REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Presiden Tunisia Kais Saied mengklaim 1,8 juta orang turun ke jalan untuk mendukungnya. Akan tetapi unjuk rasa Ahad (3/10) lalu jauh dari angka yang ia sebutkan.
"Kemarin hari bersejarah dengan sekitar 1,8 juta orang turun ke jalan," kata Saied dalam video yang diunggah kantor kepresidenan Tunisia, Senin (4/10) kemarin.
"Rakyat sudah memberikan suara, kami tidak akan mengecewakan rakyat Tunisia," tambahnya dalam video pertemuannya dengan perdana menteri yang baru ditunjuk.
Jurnalis di lokasi utama unjuk rasa di pusat ibukota Tunis mengatakan hanya sekitar 8.000 lebih orang yang hadiri. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan demonstrasi yang menentang Saeid dua pekan sebelumnya.
Sejumlah media dan saksi mata mengatakan beberapa ribu orang berunjuk rasa di Sfax dan di beberapa kota lainnya. Kantor berita milik pemerintah TAP yang redaksinya independen dari pihak berwenang juga melaporkan unjuk rasa yang hadir akhir pekan lalu sekitar 8.000 orang. Populasi Tunisia sekitar 12 juta orang.
Juli lalu Saied memecat perdana menteri dan menangguhkan parlemen. Kritikus menyebut langkahnya sebagai kudeta dan sejak itu ia melanggar konstitusi yang akan ia amandemen.
Intervensi Saied menimbulkan keraguan tentang progres Tunisia menuju negara demokrasi yang dimulai sejak revolusi 2011 lalu. Namun langkah tersebut tampaknya cukup populer setelah negara itu mengalami stagnasi ekonomi dan kelumpuhan politik selama bertahun-tahun. Namun beberapa pekan terakhir langkah itu mulai mendapat tekanan dari elite-elite politik dan donor asing sehingga Tunisia terancam mengalami krisis ekonomi.