REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tersangka Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur (AMN) terkait suap pengerjaan proyek di daerah pemerintahannya. KPK mendalami alur pemberian dana hibah dari BNPB ke pemerintah kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
"Tim penyidik mengonfirmasi dan mendalami lebih jauh mengenai proses dana hibah yang akan diterima pihak Pemkab Kolaka Timur dari BNBP berupa dana rehabilitasi dan rekontruksi serta dana siap pakai," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (5/10).
Penyidik lembaga antirasuah memeriksa Andi Merya Nur dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Pemeriksaan Andi Merya Nur dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Senin (5/10) lalu.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan Andi Merya Nur bersama dengan Kepala BPBD Kolaka Timur, Anzarullah (AZR) sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di pemerintah kabupaten Kolaka Timur tahun 2021. Keduanya dicocok dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa (22/9) lalu.
Dalam operasi senyap itu, KPK juga mengamankan Rp 225 juta dari tangan para tersangka yang niatnya akan diberikan tersangka Anzarullah kepada Andi Merya Nur. Kegiatan OTT itu dilakukan saat Anzarullah meninggalkan rumah jabatan kepala daerah untuk menyerahkan uang tersebut ke ajudan bupati.
Andi Merya Nur merupakan kepala daerah yang baru menjabat tiga bulan atau tepatnya 99 hari setelah dilantik Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi pada 14 Juni 2021 lalu. Dia dilantik menggantikan Bupati terpilih sebelumnya, Tony Herbiansyah yang meninggal dunia usai bermain sepak bola di daerah tersebut pada 19 Maret lalu.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka Anzarullah sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan tersangka Andi Merya Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.