REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan bahwa sahnya omnibus law Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi cikal kembali lahirnya partai tersebut. Alasannya, regulasi tersebut dinilai semakin mendiskreditkan hak-hak kelompok buruh di Indonesia.
"Partai ini dilahirkan untuk berjuang di parlemen, agar tidak terulang kembali kasus seperti omnibus law. Bahkan, Partai Buruh akan berjuang membatalkan omnibus law," ujar Said di Hotel Grand Cempaka, Jakarta, Selasa (5/9).
Said juga mengacu terhadap sejumlah negara industri yang memiliki Partai Buruh, yang punya kuasa yang besar dalam memperjuangkan hak kelompoknya. Sehingga para buruh di negara-negara tersebut, tak turun ke jalan untuk meraih haknya.
Hal tersebutlah yang ingin ditiru oleh Said dengan Partai Buruh di Indonesia. "Selain bergerak di aksi lapangan, juga masuk ke parlemen untuk menyuarakan aspirasinya dalam mengimbangi kepentingan pemodal," ujarnya.
Partai Buruh, kata Said, sudah 100 persen menyusun kepengurusan di 34 provinsi, 80 persen di kabupaten/kota, dan 40 persen di kecamatan. Keanggotaannya diklaim sudah mencapai 1.000 orang di setiap kabupaten/kota.
"Negara sejahtera yang dibangun Partai Buruh menganut prinsip kesetaraan kesempatan, distribusi kekayaan yang adil dan merata, serta tanggung jawab publik," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu.
Partai Buruh, kata Said, memiliki slogan 'Negara Sejahtera' atau 'Welfare State'. Sebuah partai yang beridentitaskan kelas yang disebut sebagai 'We are The Working Class' atau 'Kami adalah Kelas Pekerja'.
"Organisasi pendiri Partai Buruh ini adalah 11 gerakan organisasi rakyat. Baik yang bergabung gerakan tani, gerakan nelayan, gerakan buruh, gerakan guru, gerakan perempuan Indonesia, dan juga elemen-elemen gerakan sosial lainnya," ujar Said.