Selasa 05 Oct 2021 16:14 WIB

Masyarakat Diminta Tunggu Hasil Uji Klinis Molnupiravir

Molnupiravir bisa mengurangi risiko gejala berat dan kematian hingga 50 persen.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Vaksin Covid-19 jenis Moderna.  Perusahaan farmasi, Merck, memperkenalkan obat antivirus Covid-19, Molnupiravir.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksin Covid-19 jenis Moderna. Perusahaan farmasi, Merck, memperkenalkan obat antivirus Covid-19, Molnupiravir.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan farmasi, Merck, memperkenalkan obat antivirus Covid-19, molnupiravir, yang bisa mengurangi risiko gejala berat dan kematian pada pasien hingga 50 persen. Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Laura Navika Yamani mengaku meski senang obat Covid-19 berkembang, namun ia meminta semua pihak menunggu uji klinis obat ini selesai dan keluar hasilnya.

"Kami sebenarnya senang kalau ada pengembangan obat karena ini kan yang sebetulnya diharapkan. Kalau vaksin Covid-19 sudah ada, tetapi obat definitif untuk Covid-19 kan belum ada," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (5/10).

Laura mengatakan, jika vaksin Covid-19 telah ditemukan, obat khusus virus ini belum tersedia. Ia mengakui belum ada obat khusus penyakit itu di dunia. Bahkan, ia menyebut obat antivirus rendemsivir, avigan, chloroquin yang dulu banyak digunakan ternyata tak spesifk menyembuhkan virus ini. Oleh karena itu, dia sebagai epidemolog menyambut baik adanya uji klinis obat ini. 

"Namun kita tunggu saja dulu hasil tahapan uji klinis. Karena kita kan sudah belajar dari yang kemarin-kemarin, intinya kita perlu pembuktian uji klinis," ujarnya.

Kemudian, dia menambahkan, kalau nantinya hasilnya baik tentu dirinya  sangat senang. Obat ini untuk mengobati atau kuratif, sementara vaksin untuk mencegah. Jadi, sasarannya berbeda, kalau pengembangan obat maka sasarannya adalah pasien Covid-19. 

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah bisa menginformasikan hal yang benar terkait obat ini. Yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa obat masih dalam tahap uji klinis untuk menjadi obat Covid-19 yang terbaik.

"Ditunggu saja," ujarmya.

Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Hariadi Wibisono mengatakan, molnupiravir masih diuji klinis. "Saya kira selama masih uji klinis, obat ini belum bisa dijual belikan. Untuk indonesia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pasti tak memberi izin edar ayau pakai," ujarnya saat dihubungi, Senin (4/10).

Oleh karena itu, ia meminta masyarakat jangan dulu euforia, bahkan memilih tidak divaksin Covid-19. Ia menjelaskan, molnupiravir adalah obat yang dipakai setelah seseorang mengalami sakit. Sedangkan vaksin diberikan untuk mencegah orang jadi sakit terinfeksi virus ini.

"Artinya obat untuk upaya kuratif dan vaksin untuk preventif," katanya.

Sebelumnya, Merck memperkenalkan obat antivirus Covid-19, molnupiravir, yang bisa mengurangi risiko gejala berat dan kematian pada pasien hingga 50 persen. Pengobatan Covid-19 yang baru dan efektif, jika disetujui oleh regulator kesehatan, dapat menjadi 'senjata' baru bagi dokter untuk merawat pasien Covid-19 dan pada akhirnya dapat menyelamatkan nyawa. 

Awalnya obat ini dikembangkan sebagai obat influenza dengan dosis pemberian 2 kali sehari selama 5 hari. Obat antivirus molnupiravir, atau MK-4482/EIDD-2801, dirancang untuk diberikan secara oral. Molnupiravir sedang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Ridgeback Biotherapeutics bekerja sama dengan perusahaan farmasi Merck.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement