Ulat Sagu: Kuliner Khas Papua, Rasanya Mirip Ikan Salmon
Ilustrasi. Dua orang pekerja tengah memotong pohon sagu. Ulat atau larva dari kumbang merah kelapa (Rhynchophorus ferrugenesis) yang kerap bertelur di pucuk pohon sagu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA -- Ulat sagu, santapan khas Papua, tidak hanya nikmat karena rasanya disebut seperti daging sapi ataupun ikan salmon. Larva dari kumbang merah kelapa (Rhynchophorus ferrugenesis) yang kerap bertelur di pucuk pohon sagu itu pun dinilai kaya dengan kandungan protein.
Atlet binaraga Papua, Oto Gideon Wantik, salah satu yang menyakini ulat sagu bisa menjadi alternatif asupan protein hewani yang efektif untuk menambah masa otot. "Ulat sagu proteinnya bagus. Papua kaya dengan protein yang begitu luar biasa. Saya kira di Papua tidak ada yang kurang," kata peraih emas PON XX Papua kelas 65 kg, Oto Gideon di Jayapura, Senin (4/10).
Oto meyakini ulat sagu mampu membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari serangan virus dan bakteri penyebab penyakit. Lalu, soal rasanya, Oto menyebut mirip dengan sensasi menyantap potongan lemak daging sapi namun dengan semburat rasa gurih yang lebih kuat.
Ia menyarankan sajiannya dengan cara dibakar biar lebih sedap di mulut. "Ulat sagu ini bisa dimasak dengan cara dibakar atau direbus. Tapi, lebih sedap dibakar," sarannya.
Atlet binaraga Papua, Edoardus Apcowo, beda lagi. Peraih medali emas PON XX Papua dari kelas 75 kg itu lebih suka menyantap ulat sagu dengan cara dibakar lalu dibungkus dengan varian daun lalapan.
"Kalau saya biasanya dibungkus dengan lalapan daun. Kalau, menurut saya, ulat sagu lebih mirip sama rasa ikan salmon. Sangat cocok buat protein tubuh," katanya.
Peraih medali emas PON XVIII Riau pada 2012 itu justru mengecap rasa gurih ulat sagu berasal dari kandungan lemak larva berwarna putih dan terlihat gemuk itu. Edo menyebut ulat sagu cocok bagi atlet pemula yang ingin merintis karier di binaraga, sebab harga jualnya relatif terjangkau.
Harga ulat sagu di sejumlah lokasi kuliner di Papua dibanderol seharga Rp 45 ribu hingga Rp 50 ribu per 25 ekor. Bahkan, ulat tersebut cenderung mudah didapat pada perkebunan pohon sagu.
Komentar