REPUBLIKA.CO.ID,GLASGOW - Puluhan pemimpin agama dunia mengimbau pemerintah negara-negara di dunia untuk berkomitmen pada target iklim pada konferensi iklim PBB (COP26) mendatang di Glasgow. Desakan untuk tindakan iklim nyata digemakan pada Senin (4/10) oleh para imam besar, rabi, patriark, dan pendeta.
Para pemimpin agama menjelaskan satu sama lain bagaimana tradisi agama menafsirkan keadaan darurat iklim. Banyak dari para pemimpin agama yang beranggapan bahwa agama dan sains harus bertindak bersama untuk menyelamatkan planet ini.
Faith and Science: An Appeal for COP26 adalah prakasa terbaru untuk menggalang momentum sebelum KTT 31 Oktober-12 November di Glasgow, Skotlandia. KTT ini menurut para ahli adalah kesempatan untuk mengekang emisi gas rumah kaca.
"Saya menyerukan kepada semua anak muda, apa pun agamanya, untuk siap melawan tindakan apa pun yang merusak lingkungan atau meningkatkan krisis iklim," kata Imam Besar Sheikh Ahmed al-Tayeb dari Masjid Al-Azhar di Kairo, Mesir seperti dikutip laman Aljazirah, Selasa (5/10).
Bagi para pemimpin agama, kepedulian terhadap lingkungan merupakan keharusan moral untuk melestarikan planet Bumi bagi generasi mendatang. Beberapa pemimpin agama dunia juga menekankan tidak ada negara yang bisa berjalan sendiri.
"Jika satu negara tenggelam, kita semua tenggelam," kata seorang pemimpin Sikh dari Amerika Serikat, Rajwant Singh. Air adalah bapaknya, udara adalah gurunya, dan Bumi adalah ibu kita bersama. Sama seperti kita tidak menghina ibu, ayah, dan guru kita, mengapa kita tidak menghormati hadiah dari pencipta kita ini?" katanya.
Sekitar 40 pemimpin agama berkumpul di Vatikan, Roma pada pertemuan yang diadakan oleh Paus Fransiskus sebelum pertemuan COP26. Para pemimpin kelompok agama utama yang mewakili Islam Sunni dan Syiah, Yudaisme, Hindu, Buddha, Taoisme, Jainisme, Sikhisme, dan banyak lagi hadir.
"Kami telah mewarisi sebuah taman; kita tidak boleh meninggalkan gurun untuk anak-anak kita," kata seruan yang ditandatangani oleh mereka yang berkumpul sebelum menyerahkannya kepada ketua konferensi COP26, Alok Sharma.
Dalam seruan tersebut, para tokoh agama mendesak para pemimpin politik untuk mengadopsi langkah-langkah untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5C (2,7F). Mereka juga mendesak negara-negara kaya yang paling bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca untuk memberikan dukungan keuangan substansial kepada komunitas yang paling rentan.
Uskup Frederick Shoo, presiden Gereja Lutheran Tanzania, mengutip Martin Luther dalam menggambarkan panggilannya untuk menanam pohon di Gunung Kilimanjaro yang membuatnya mendapat julukan "uskup pohon". "Bahkan jika saya tahu saya akan mati besok, saya akan menanam pohon hari ini," kata Shoo, mengutip Luther abad ke-16 yang memisahkan diri dari Gereja Katolik.
Seruan tersebut mendesak semua pemerintah untuk mengadopsi rencana untuk mencapai emisi karbon nol bersih sesegera mungkin dengan negara-negara kaya yang memimpin. "Kami memohon kepada komunitas internasional yang berkumpul di COP26 untuk mengambil tindakan cepat, bertanggung jawab, dan berbagi untuk menjaga, memulihkan, dan menyembuhkan kemanusiaan kami yang terluka dan rumah yang dipercayakan kepada kami," kata mereka.