Pengamat UGM: TNI Perlu Perkuat Pertahanan Maritim
Red: Ratna Puspita
Warga menaiki kendaraan alat utama sistem senjata (alutsista) milik TNI yang dipamerkan dalam rangka HUT TNI ke-76 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (5/10). Tema yang diangkat pada peringatan HUT TNI tahun ini adalah Bersatu, Berjuang, Kita Pasti Menang.Prayogi/Republika | Foto: Prayogi/Republika.
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengamat militer dari Universitas Gadjah Mada, Najib Azca, menilai TNI perlu menyusun ulang strategi pertahanan nasional dengan memberikan ruang yang besar pada penguatan pertahanan maritim. "Perlu memberikan penekanan yang sangat besar pada isu kemaritiman karena Indonesia itu khan negara maritim," kata dia, saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa (5/10).
Ia menilai hingga kini strategi pertahanan negara masih berbasis pada budaya politik masa lalu yang menempatkan kekuatan utama TNI hanya pada matra darat TNI saja. Orientasi itu, menurut dia, masih didominasi produk sejarah embrio Republik Indonesia dan masa-masa sesudahnya.
"Kekuatan gerilyawan melawan penjajah di masa lalu itu kan memang angkatan darat. Saya kira angkatan darat sangat berjasa. Tetapi untuk ke depan kita perlu merombak cara befikir yang berbasis pada kemaritiman," kata dia.
Menurut dia, penguatan kedaulatan maritim juga selaras dengan pidato Presiden Joko Widodo pada 2014 yang memberikan penekanan besar pada visi menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia. TNI, menurut dia, perlu merespons visi pembangunan poros maritim itu dengan menyusun strategi baru jangka panjang yang tidak sekadar berorientasi pada aspek darat saja melainkan juga pada aspek laut dan kemaritiman nasional.
"Sehingga tidak berorientasi kepada darat saja, tapi lebih penting dalam menjaga kedaulatan maritim kita yang sangat kaya," ujar dia, yang juga kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM ini.
Sebagai refleksi memperingati HUT ke-76 TNI, ia juga berharap institusi itu mampu merumuskan kembali berbagai tantangan pertahanan negara di masa mendatang dengan tidak lagi berbasis pada pemetaan dan kajian lama. Hal itu mengingat munculnya problem-problem baru yang serba cepat, isu perubahan geopolitik disertai tantangan baru yang serba digital.
"Dari dasar itulah kemudian TNI perlu menyusun postur kekuatan seperti apa yang diperlukan, misalnya dalam merancang persenjataannya. Jadi jangan sampai berdasarkan definisi yang ketinggalan zaman," kata dia.