REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan akhirnya mendaftarkan persidangan kasus pembunuhan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sebelumnya, sidang kasus unlawful killing terhadap enam laskar FPI rencananya akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejakgung), Leonard Ebenezer Simanjuntak, mengatakan tim penuntut dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) bersama Kejaksaan Negeri Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel, sudah mendaftarkan perkara tersebut, pada Selasa (5/10), untuk dapat disidangkan.
Ebenezer menjelaskan, ada dua berkas perkara yang didaftarkan ke pengadilan. Berkas pertama untuk terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella, dan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan. "Tim penuntut umum melimpahkan dua berkas perkara (splitsing) dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Pembunuhan di KM. 50 Tol Jakarta-Cikampek ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Ebenezer dalam rilis resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Selasa (5/10).
Ebenezer mengatakan, berkas terdakwa Ipda M Yusmin Ohorella, terdaftar pada nomor B-906/APB/SEL/Eoh.2/10/2021, dan bertanggal 5 Oktober 2021. Sedangkan untuk terdakwa Briptu Fikri Ramadhan, terdaftar pada nomor B-907/APB/SEL/Eoh.2/10/2021 tanggal 05 Oktober 2021. "Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selanjutnya menunggu penetapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk penetapan hari sidang," jelasnya.
Sebetulnya, pelimpahan berkas perkara dau terdakwa pelaku pembunuhan para pengawal Habib Rizieq Shihab tersebut sudah pernah dilakukan pada Senin (23/8) lalu. Pelimpahan berkas tersebut, berdasarkan rilis resmi Kapuspenkum Kejakgung, dilakukan di Kejari Jakarta Timur (Jaktim), untuk disidangkan di PN Jaktim.
Ebenezer, kala itu, mengacu pada surat keputusan ketua Mahkamah Agung, bernomor: 152/KMA/SK/VIII/2021 tanggal 4 Agustus 2021. Akan tetapi, rencana menyorongkan kasus tersebut ke PN Jaktim dibatalkan.
"Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: 187/KMA/SK/IX/2021 tanggal 16 September 2021, maka Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: 152/KMA/SK/VIII/2021 tanggal 4 Agustus 2021 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku," ucap Ebenezer.
Mengacu rilis Kapuspenkum Kejakgung, Selasa (5/10), Ebenezer mengatakan, MA mengeluarkan keputusan baru, dan menunjuk PN Jaksel sebagai arena menyidangkan kasus tersebut.
Kasus pembunuhan terhadap enam anggota Laskar FPI terjadi pada Desember 2020. Peristiwa tersebut, terjadi di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek (Japek), Jawa Barat (Jabar). Menurut hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), peristiwa pembunuhan tersebut, sebagai pelanggaran HAM. Namun, dari enam korban pembunuhan tersebut, hanya empat kasus yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Empat kasus pelanggaran HAM tersebut, terkait pembunuhan terhadap anggota Laskar FPI; Ahmad Sofyan alias Ambon (26 tahun), Muhammad Reza (20), dan Luthfi Hakim (25), serta Muhammad Suci Khadavi (21). Sedangkan terhadap dua lainnya, dinyatakan dibunuh anggota kepolisian lantaran dampak dari eskalasi tinggi. Mereka yaitu, Faiz Ahmad Sukur (22), dan Andi Oktiawan (33).
Atas penyelidikan tersebut, Komnas HAM merekomendasikan kepada pemerintah untuk menjamin penyidikan, dan proses hukum terkait kasus tersebut.
Mabes Polri, pun mengambil rekomendasi Komnas HAM dengan menetapkan tiga orang tersangka. Yakni Briptu FR, dan Ipda MYO, serta Elwira Priyadi Zendrato. Ketiganya, anggota kepolisian aktif. Akan tetapi, dari ketiga tersangka tersebut, hanya MYO, dan FR yang berkas perkaranya dilanjutkan ke penuntutan. Tersangka Elwira, tak dapat dilakukan penuntutan karena statusnya sudah dinyatakan meninggal dunia akibat karena kecelakan.
Ebenezer juga pernah menerangkan, terhadap dua tersangka pembunuhan tersebut tak dilakukan penahanan. Selain lantaran keduanya adalah anggota kepolisian aktif, pun kata Ebenezer, penahanan tak dilakukan karena adanya jaminan dari atasan masing-masing.
Ebenezer tak menjelaskan siapa atasan Briptu FR, dan Ipda MYO. Akan tetapi, Ebenezer menjelaskan, jaminan atasan tersebut meyakinkan kejaksaan, kedua tersangka, yang bakal tak melarikan diri.
Ebenezer juga mengatakan, atasan tersangka Briptu FR, dan Ipda MYO, menjamin sikap koopratif untuk menjalani persidangan. "Terhadap para tersangka, tidak dilakukan penahanan karena pertimbangan objektif. Kedua tersangka adalah anggota Polri aktif, serta kooperatif pada saat (menjalani) persidangan," ujar Ebenezer, saat dikonfirmasi wartawan dari Jakarta, Selasa (24/8).