REPUBLIKA.CO.ID, – Jilbab (berbusana Muslimah) di Indonesia sama sekali tidak bertentangan dengan Pancasila maupun Undang Undang Dasar (UUD). Lantas bagaimana hukumnya mengusahakan berbusana Muslimah di lingkup dan fakta sosial di Indonesia?
Teks-teks kenegaraan bahkan menjamin kelangsungan berbusana Muslimah bagi wanita-wanita Islam. Di antaranya adalah dalam Tap. MPR RI Nomor 2 tahun 1978 tentang P4. Di mana di antaranya disebutkan tentang kepercaaan terhadap Tuhan Yang Maha-Esa dan juga kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
Dari teks negara tersebut maka jelas ditegaskan bahwa siapapun yang melarang ataupun menghalang-halangi seorang Muslimah untuk mengenakan jilbab, maka sejatinya dia telah melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Sebab hal itu merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Prof Huzaemah Tahido Yanggo dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menjelaskan, sebab telah dijamin dalam hukum Indonesia, maka lingkup sosial di Indonesia pun berhak menjalani amanat dari teks-teks hukum tersebut. Misalnya, peraturan-peraturan sekolah juga harus menjamin siswi/mahasiswi Islam untuk berbusana Muslimah, begitupun karyawati yang hendak mengenakan pakaian Muslimah.
Sebab sesungguhnya, jilbab tidak sama sekali menghambat kinerja seorang wanita Muslimah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Metode untuk mengusahakan berbusana Muslimah di lingkup sosial dapat merujuk dalil yang tertuang dalam surat Al Maidah ayat 2, Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ “Wa ta’awanu alal-birri wattaqwa wa laa ta’awanuu alal-itsmi wal-udwan.” Yang artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”