Rabu 06 Oct 2021 06:07 WIB

Satgas: Virus Bukan Penyebab Tunggal Terjadi Gelombang Baru

Virus sendiri tidak bisa dijadikan sebagai entitas tunggal penyebab gelombang baru.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi virus corona.
Foto: Pixabay
Ilustrasi virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, virus corona bukan penyebab tunggal terjadinya lonjakan kasus Covid-19 di berbagai negara di dunia. Wiku menyebut, lonjakan kasus yang biasa disebut gelombang baru Covid-19 terjadi karena berbagai faktor.

"Perlu dipahami bahwa virus itu sendiri tidak bisa dijadikan sebagai entitas tunggal penyebab persebaran penyakit, kita perlu melihat faktor-faktor lain yang menstimulasi persebarannya," ujar Wiku dalam konferensi pers secara daring, Selasa (5/10)

 

Ia menjelaskan, beberapa faktor misalnya terkait dinamika evolusi dan perilaku manusia yang mendukung peningkatan transmisinya yang cukup khas di tiap-tiap wilayah. Wiku mencontohkan, gelombang lonjakan pertama Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China dan menyebar ke hampir seluruh negara terjadi akibat masih rendahnya pengetahuan banyak pihak akan virus Covid-19, termasuk para ahli dan ilmuwan di bidang penyakit menular.

 

Penyebaran Covid-19 dari Wuhan ke negara-negara lain juga diperparah dengan adanya mobilitas yang besar antar negara saat itu, sehingga menyebabkan pandemi.

 

"Meningkatnya jumlah kasus-kasusnya, khususnya  kasus perawatan di rumah sakit disebabkan oleh belum ditemukannya obat obat atau vaksinasi yang mendukung upaya kuratif saat itu," kata Wiku.

 

Sedangkan, gelombang kedua Covid-19 yang dimulai di beberapa negara seperti Inggris, Afrika Selatan dan India disebabkan adanya varian baru. Keberadaan varian baru yang lebih cepat menilai penyebarannya ini, tidak disertai dengan penjagaan mobilitas antarnegara. Akibatnya, lonjakan gelombang kedua ini juga meluas ke negara negara lainnya.

Baca Juga

"VOC atau variant of concern yang tidak disertai dengan penjagaan mobilitas antarnegara, menyebabkan gelombang ikutan ke negara-negara tetangga, bahkan negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Indonesia," ujar Wiku.

 

Wiku mengungkap, hasil analisis data studi Rusia Tahun 2021 mengenai regresi data Covid 19 dari 35 negara di dunia, mayoritas penyebaran varian baru di beberapa negara tersebut terjadi akibat pergerakan domestik yang memperparah penyebaran varian impor. Sedangkan di negara seperti Spanyol, Jepang dan Korea Selatan, peningkatan signifikan terjadi akibat penularan di komunitas atau klaster.

 

Sehingga penderita Covid-19 umumnya berasal dari kelompok yang sama. "Contohnya ibu hamil dan anak-anak untuk di Spanyol dan kasus di perkantoran untuk di Jepang," kata Wiku.

Sementara, untuk gelombang ke-3 Covid-19 yang saat ini terjadi di Kentucky, Amerika Serikat, disebabkan oleh distribusi varian baru yaitu varian R1 dan Mu di Columbia. Selain itu, lonjakan gelombang ketiga juga disebabkan karena pembukaan sektor sosial ekonomi yang tidak disertai kepatuhan protokol kesehatan yang tinggi, seperti lonjakan kasus di Singapura, beberapa negara di Eropa dan Afrika. 

 

Karena itu, Wiku mengingatkan masyarakat Indonesia harus tetap berhati-hati dan tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Ini karena, sudah mulai dibukanya berbagai sektor kegiatan masyarakat secara bertahap, bertingkat dan berlanjut.

 

"Masyarakat harus tetap berhati-hati dalam beraktivitas. Jangan serta-merta melupakan pentingnya proteksi protokol Kesehatan, baik memakai masker, menjaga jarak dan menjauhi kerumunan. Kepatuhan ini merupakan kunci mencegah timbulnya gelombang baru," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement