Kamis 07 Oct 2021 06:45 WIB

Plasma Konvalesen, Terapi Sia-Sia untuk Pasien Covid-19

Peneliti sarankan penghentian penggunaan plasma konvalesen untuk pasien Covid-19.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Donor plasma konvalesen. Para peneliti mengatakan penggunaan plasma konvalesen harus dihentikan untuk merawat pasien Covid-19 yang paling sakit.
Foto: ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA
Donor plasma konvalesen. Para peneliti mengatakan penggunaan plasma konvalesen harus dihentikan untuk merawat pasien Covid-19 yang paling sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, PITTSBURG -- Peneliti lintas negara menyimpulkan pemberian plasma konvalesen sebagai terapi sia-sia atau tidak lagi efektif untuk sebagian besar pasien Covid-19 yang sakit kritis. Hasil studi yang dipublikasikan dalam jurnal JAMA ini adalah yang temuan terbaru dari uji coba REMAP-CAP.

Kesimpulan itu ditarik dari uji coba terhadap ribuan pasien di ratusan rumah sakit di seluruh dunia. Peneliti REMAP-CAP mencoba mencari tahu perawatan Covid-19 mana yang paling berhasil untuk pasien.

Baca Juga

Menurut peneliti, ada alasan yang masuk akal secara biologis untuk beralih ke plasma konvalesen di awal pandemi Covid-19. Terlebih, ketika ratusan ribu orang sakit, sementara perawatannya belum ditemukan.

"Sayangnya, plasma konvalesen juga diberikan di luar uji klinis atau dalam uji coba yang tidak berfokus pada pasien yang sakit kritis, sehingga memperlambat kemampuan kami untuk melihat apakah itu benar-benar bekerja," kata kata rekan penulis studi Bryan McVerry, seorang profesor di University of Pittsburgh (UPMC) di Amerika Serikat, dilansir Indian Express, Rabu (6/10).

Dengan hasil terbaru ini, para peneliti merekomendasikan agar penggunaan plasma konvalesen harus dihentikan untuk merawat pasien Covid-19 bergejala parah. Saat ini, fokusnya harus beralih ke perawatan yang diketahui manjur serta mengembangkan dan menguji Covid-19 dengan lebih baik.

Dalam uji coba plasma konvalesen, REMAP-CAP melibatkan 2.011 orang dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 gejala parah. Mereka diacak untuk menerima dua unit plasma konvalesen atau tanpa plasma.

Baca juga Gejalanya tak Terasa, Siapa Paling Berisiko Osteoporosis?

Perjalanan penyakit para peserta dimonitor untuk melihat kemungkinan mereka bertahan hidup setidaknya tiga pekan tanpa memerlukan alat bantu, seperti ventilator, dibedakan berdasarkan apakah mereka dirawat dengan plasma konvalesen atau tidak. Uji coba mengumpulkan data yang cukup untuk menyimpulkan dengan kepastian lebih dari 99 persen bahwa plasma konvalesen tidak membantu pasien Covid-19 yang sakit kritis.

Hanya saja, hasilnya mengikuti pola yang sedikit berbeda untuk 126 pasien yang mengalami gangguan kekebalan. Kelompok ini tampaknya melakukan sedikit lebih baik dengan pengobatan plasma konvalesen dibandingkan dengan pengobatan standar.

Persoalannya, jumlah pasien terlalu sedikit. Peneliti REMAP-CAP pun tidak dapat mengeluarkan pernyataan definitif terkait itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement