REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kejaksaan Agung (Kekjagung) tengah melakukan penyelidikan terkait perkara gas alam cair (LNG) di PT Pertamina. KPK dan Kejakgung sama-sama melakukan penyelidikan pada perkara pembelian LNG dengan Mozambique LNG-1 Company.
"KPK dan kejaksaan kemudian berkoordinasi dan bersepakat bahwa tindak lanjut penanganan perkara dugaan korupsi pembelian LNG di PT Pertamina diselesaikan oleh KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (6/10).
Dia melanjutkan, KPK masih akan terus berkoordinasi dengan Kejakgung serta instansi lainnya seperti Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Koordinasi dilakukan untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan dalam pengumpulan alat bukti.
"Sinergi penanganan perkara korupsi seperti ini sudah beberapa kali dilakukan KPK dengan aparat penegak hukum lainnya, baik Kejaksaan maupun Kepolisian," katanya.
KPK meyakini koordinasi dan sinergi penanganan suatu perkara antar aparat penegak hukum akan memperkuat proses hukumnya. Ali mengatakan, hal itu juga dipercaya akan memberikan manfaat yang optimal dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku sudah menindak lanjuti dugaan korupsi pengelolaan LNG di PT Pertamina. Hal tersebut dilakukan setelah Kejakgung menyerahkan pengusutan perkara kepada lembaga antirasuah ini.
"KPK menyambut baik kebijakan Jaksa Agung RI bahwa perkara tersebut ditangani KPK. Selanjutnya Plt Deputi korsup dan deputi penindakan KPK yang menindaklanjuti," kata Firli Bahuri.
Komisaris Jenderal Polisi itu mengungkapkan, deputi penindakan dan eksekusi KPK telah berkomunikasi dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). Dia melanjutkan, KPK juga sudah melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi di pengadaan LNG Pertamina tersebut.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menduga adanya dugaan korupsi kontrak pembelian gas alam cair (LNG) antara PT Pertamina dengan Mozambique LNG-1 Company. MAKI meyakini ada kerugian negara mencapai Rp 2 triliun dan Rp 200 miliar.
Menurutnya, Pertamina melakukan kontrak pembelian LNG dari perusahaan asal Afrika tersebut. Rencana pembelian tersebut, untuk kebutuhan dalam negeri yang digunakan sebagai suplai tenaga listrik dan kilang refinery development master plan (RDMP).
Selain diduga merugikan negara Rp 2 triliun, MAKI meyakini pelaksanaan penjualan LNG itu juga merugikan negara senilai Rp 200 miliar. Hal tersebut karena adanya bonus senilai ratusan miliar yang diberikan kepada anak-anak perusahaan Pertamina dalam penjualan LNG dari Mozambik.