REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Wacana pembubaran tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dengan alasan Islamofobia dinilai tidak tepat.
Koordinator Jaringan Muslim Madani (JMM), Syukron Jamal menilai usul pembubaran Densus 88 dengan narasi Islamofobia di tengah masyarakat saat ini sangat berbahaya dan menggambarkan penilaian yang sempit tentang dinamika gerakan sosial terkait penyebaran paham radikal yang sudah berkembang sedemikian rupa.
“Saya melihat narasi Islamofobia yang digulirkan itu sangat berbahaya. Kita negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia yang menganut demokrasi. Menggulirkan isu Islamofobia dalam penanganan aksi terorisme oleh Densus 88 menggambarkan bagaimana yang bersangkutan tidak memahami dan sekaligus menafikan karakteristik mayoritas masyarakat muslim Indonesia yang ramah, toleran dan anti-kekerasan,” kata Syukron dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/10).
“Tidak ada Islam itu mengajarkan kekerasan, radikalisme dan terorisme. Justru paham dan gerakan-gerakan tersebut justru yang merusak citra Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Upaya memerangi paham dan kelompok-kelompok tersebut justru harus kita dukung bersama bukan sebaliknya,” kata dia.
Syukron menegaskan bahwa narasi yang digulirkan seolah-olah Densus 88 Islamofobia sangat berbahaya dan berpotensi memecah belah bangsa Indonesia yang majemuk. “Janganlah dibuat narasi aparat dalam hal ini Densus 88 seolah-olah membenci dan memerangi salah satu agama, bahaya itu,” kata dia.
Faktanya, lanjut Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu umat beragama di Indonesia hidup tenang dan damai, rukun adem ayem. Negara juga menjamin bahkan memfasilitasi warganya menjalankan ritual ibadah sesusi dengan agama dan kepercayaannya masung-masing. “Ini harus kita jaga termasuk dari paham-paham yang merusak tatanan yang sudah baik ini,” tandasnya.
Syukron juga menilai peran dan kehadiran Densus 88 masih sangat dibutuhkan dalam upaya pencegahan dan penanganan aksi terorisme di Indonesia. “Jangan menutup mata dengan fakta bahwa hari ini penyebaran paham radikalisme begitu massif dan potensi ancaman terorisme di negara kita masih sangat terbuka. Begitu kita lengah dan lemah, mereka akan sangat leluasa menjalankan aksinya,” kata dia.
Sebelumnya, politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menyampaikan wacana usulan pembubaran tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Mantan Wakil Ketua DPR RI menuding Densus 88 kerap melemparkan isu Islamofobia. “Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau IslamOfobia. Dunia sdh berubah, sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja. Teroris memang harus diberantas, tapi jgn dijadikan komoditas,” tulis Fadli Zon melalui akun twitter pribadinya @fadlizon, Selasa (5/10).