REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi PKB Maman Immanulhaq mengkritik buruknya pola komunikasi Menteri Sosial Tri Rismaharini. Kritikan ini merespons aksi marah-marah Risma kepada petugas pendamping bansos di Gorontalo.
Maman mengatakan, Risma perlu memperbaiki pola komunikasinya setelah hijrah ke Jakarta. Risma tak bisa mendublikasi caranya kerjanya dulu sebagai wali kota Surabaya ke jabatannya sekarang sebagai menteri.
Maman menyebut, dirinya sudah pernah menyampaikan hal ini secara langsung kepada Risma. "Jadi, menurut saya yang perlu diperbaiki adalah pola komunikasinya Bu Risma. Saya pernah bilang, 'Bu ini Indonesia bukan Surabaya. Anak buah ibu beda dengan anak buah ibu di Surabaya, ini eselon 1, 2, dan 3 yang harus difungsikan secara proposional'," kata Maman dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/10).
Maman juga meminta Risma agar tak lagi bekerja bak pahlawan. "Saya bilang 'ibu boleh kelihatan pahlawan tapi jangan pahlawan indiviualistik. Cara kerja seperti itu tidak penting bu, yang penting dalam bekerja itu data harus jelas, fakta harus nyata', itu yang saya bilang," kata Maman yang merupakan anggota Komisi VIII DPR RI (mitra kerja Kemensos) itu.
Sebelumnya, Risma marah-marah kepada seorang petugas pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Gorontalo. Kemarahan Risma tersulut usai sang petugas menyebut Kemensos mencoret data penerima bansos dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Risma langsung menghampiri petugas itu. Di hadapan publik, Risma meluapkan amarahnya. "Jadi bukan kita coret, ya! Kamu tak tembak, ya, tak tembak kamu!" ujar Risma sembari mendorong pulpen ke dada sang petugas.
Aksi Risma itu mendapat sorotan publik luas setelah videonya tersebar. Bahkan, Gubernur Gorontalo Rusli Habibie merasa tersinggung dengan aksi emosional Risma itu. Belakangan, Risma meminta maaf kepada Rusli.