REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengembangkan diagnosis labolatorium pasien depresi dengan menggunakan urine. Penelitian ini dilatarbelakangi belum adanya diagnosis gangguan depresi yang cepat dan tepat dengan menggunakan laboratorium di Indonesia.
Salah satu anggota tim, Uswatun Hasanah, mengatakan, proses diagnosis gangguan depresi saat ini masih menggunakan skala dan kluster gejala dari pasien saja. Hal ini ternyata bisa memakan waktu lebih lama jika dibanding ketika uji labolatorium.
"Karena hal itu, saya dan tim meneliti perubahan urine dari orang normal ke pasien gangguan depresi untuk uji coba labolatorium," kata Uswatun dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (6/10).
Untuk mendeteksi gangguan depresi pada pasien, tim menggunakan Biomarker N-Methylnicotinamid & Hippuric Acid. Setelah tiga bulan melakukan penelitian, tim menarik kesimpulan bahwa kadar biomarker n-methyl dan hippuric pada pasien ganguan depresi mengalami peningkatan daripada orang normal. Hal ini bisa menjadi acuan untuk mendiagnosis pasien gangguan depresi dengan menggunakan uji labolatorium.
Mahasiswa Prodi Kedokteran ini mengaku, proses penelitian sempat terkendala oleh Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang dilaksanakan beberapa waktu lalu. Sebab itu, timnya tidak bisa melakukan penelitian di Rumah Sakit (RS) dan mendapatkan sampel urine pasien gangguan depresi. Setelah tim mencari infomasi ke beberapa dokter, tim akhirnya bisa melakukan penelitian dan mendapat sampel urine di Rumah Sakit Muhammadiyah (RSM) Lamongan.
Menariknya, penelitian ini diikutsertakan dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta (PKM-RE) dan mendapat pendanaan dari Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Pada penelitian tersebut, Uswatun ditemani oleh keempat temannya yaitu Al-Bidarri Tsamira Annafila, Handini Risma Hani, dan Sekar Asih dari Prodi kedokteran serta Nadila Apriola Susanto dari Fakultas Psikologi.
Uswatun berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umum, khususnya para psikiater dan psikolog dalam mendiagnosis pasien ganguan depresi. Berikutnya, penelitian ini juga diharapkan bisa ditindaklanjuti untuk pembuatan kit penunjang diagnosis. "Sehingga para pasien gangguan depresi mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat,” ucapnya.