REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terus mengupayakan pembangunan ekosistem digital. Ekosistem digital tersebut dibangun untuk mempersiapkan sumber daya manusia di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) termasuk dalam melepas batas para difabel.
Kadiv Perencanaan Strategis Bakti Kominfo Yulis Widyo Marfiah mengatakan program pelatihan dilakukan baik di sektor pendidikan, pariwisata, kesehatan, dan di sektor publik. "Masyarakat di daerah 3T dapat menikmati program tersebut secara gratis, termasuk juga bagi mereka yang berkebutuhan khusus atau difabel," kata Yulis dalam webinar Bakti Kominfo, Rabu (6/10).
Meskipun Bakti Kominfo menyediakan pelatihan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) khusus bagi para difabel, Yulis memastikan semua program tersebut terbuka untuk umum. Dia menuturkan, di daerah 3T banyak program pelatihan dan terbuka untuk siapa saja.
"Rekan-rekan difabel bisa mengikuti dengan menyesuaikan pada minat dan kemampuannya. Saat ini bisa ikut pelatihan melalui daring dan akan memperoleh sertifikat SKKNI yang dapat dipakai untuk referensi bekerja,” jelas Yulis.
Hal tersebut sesuai dengan agenda percepatan transformasi digital nasional. Menteri Kominfo Johnny G Plate memberi perhatian khusus kepada para difabel dengan mendukung adopsi teknologi sehingga dapat meminimalisir ataupun menghilangkan keterbatasan sosial yang ada.
Sebab, kata Yulis, berdasarkan data BPS pada 2020 hanya 34,89 persen penduduk difabel yang menggunakan ponsel dan laptop. Selain itu juga hanya 8,5 persen yang memanfaatkan internet dari total 22,5 juta penduduk difabel di Indonesia.
Aktivis Difabel sekaligus Ketua ParaDifa, Echi Pramitasari juga sudah menjadi peserta program Bakti Kominfo. Tidak hanya sebagai peserta, Echi juga menambah kemampuan sebagai instruktur lewat pelatihan dari Bakti Kominfo tersebut.
Kolaborasi ParaDifa dan Bakti Kominfo yang dilakukan pada 2020 berhasil menjangkau 1.790 rekan difabel dari seluruh Indonesia secara daring. Termasuk juga para difabel yang tinggal di daerah 3T sebanyak 256 peserta.
Para difabel fisik, sensorik, mental, dan intelektual diberi pelatihan. Begitu juga dengan uji kompetensi TIK pada program office, desain, e-commerce, Google Sheet, dan Google Form.
Echi berharap ke depannya masyarakat dapat mengakui kelebihan dan kompetensi rekan-rekan difabel. Dengan begitu tidak terkotak-kotakan di bidang pekerjaan tertentu saja.
Sebab, kata Echi, di tengah keterbatasan yang ada, para difabel memiliki kemampuan yang sama dengan masyarakat non difabel. “Yang paling dibutuhkan adalah kesempatan dan dilibatkan dalam berbagai kegiatan sehingga masyarakat juga mengenal kami. Para difabel juga perlu menunjukan dirinya kalau mereka bisa, mereka mampu, dan mereka ada," ungkap Echi.