Petani Garam Surabaya Butuh Bantuan Terpal
Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Petani garam. Ilustrasi | Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Camat Asemrowo Surabaya, Bambang Udi Ukoro mengungkapkan, para petani garam di wilayahnya membutuhkan bantuan geomembran atau terpal dari Pemkot Surabaya.
Bambang Udi menyatakan, bakal berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DKPP) agar para petani mendapat bantuan geomembran atau terpal. Koordinasi juga dimaksudkan agar ada pembinaan yang lebih masif kepada petani garam di wilayahnya.
"Warga kami Kecamatan Asemrowo ada memang yang membutuhkan uluran bantuan tentang mekanisme pembuatan garam di wilayah supaya produksi garam ini lebih baik atau lebih unggul," kata Bambang, Kamis (7/10).
Bambang menjelaskan, di pesisir pantai Kampung Greges, Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo, Kota Surabaya terdapat lahan tambak garam dengan luasan total sekitar 20 hektare.
Setidaknya, ada enam sampai tujuh warga Asemrowo Surabaya yang menggarap lahan tersebut dan terbagi ke dalam beberapa petak. Setiap 1 tahun, mereka bisa panen sampai 10 ton per petak dan panen ini dilaksanakan secara periodik antara lima sampai tujuh hari sekali.
Bambang Udi berharap, ke depan para petani di wilayahnya itu dapat memiliki produk garam sendiri. Sebab, selama ini, hasil pengolahan garam mereka langsung disuplai ke pabrik-pabrik yang ada di wilayah Kecamatan Asemrowo.
"Tentunya kami berharap para petani ini bisa membuat produksi sendiri, baik itu mekanisme mulai dari pembibitan sampai dengan panen. Hasil panen itupun kalau bisa diproduksi (dikemas) sendiri. Karena selama ini hasil panen langsung masuk ke pabrik," ujarnya.
Salah satu petani garam di Kelurahan Tambak Sarioso, Kecamatan Asemrowo, Surabaya, Heri Susanto mengatakan, sejak puluhan tahun, ia bersama rekan-rekannya menggarap lahan tambak untuk pengolahan garam. Menurutnya, kualitas produksi garam yang dihasilkan dapat tergantung dari pola yang diterapkan.
"Untuk meningkatkan produktivitas garam, kita membutuhkan geomembran atau terpal. Kalau pakai geomembran itu kualitas dan mutu garam bisa lebih bagus dan halus," kata Heri.
Heri melanjutkan, ketika menggunakan geomembran atau terpal, kualitas garam jauh lebih bersih karena tidak tercampur dengan tanah. Hasil produksi garam yang bersih tersebut diyakininya akan mendorong nilai jual menjadi lebih tinggi.
Dalam satu tahun, Heri menyebut, ia bersama rekan-rekannya mampu menghasilkan antara 10 hingga 20 ton garam dari setiap satu petak lahan tambak sekitar 10 ribu meter persegi atau 1 hektar. Hasil produksi garam langsung dikirim ke pabrik yang ada di wilayah Kecamatan Asemrowo.
Kabid Kelautan dan Perikanan DKPP Kota Surabaya, M Aswan mengakui, kualitas garam akan lebih bagus jika menggunakan geomembran. Makanya, DKPP berencana di tahun depan mengusulkan anggaran untuk pengadaan geomembran tersebut.
"Kita akan bantu geomembran agar kualitas garam mereka (petani) lebih bagus. Kita sesuaikan juga dengan kondisi anggaran. Insya Allah di tahun depan (2022) kita usulkan," kata Aswan.
Saat ini, kata Aswan, di Surabaya ada sebanyak 10 kelompok petani garam dengan jumlah sekitar 100 orang. Untuk lokasinya, mereka tersebar di beberapa wilayah kecamatan, yakni Benowo, Pakal, dan Asemrowo.
DKPP mencatat, pada Agustus 2021, produksi garam di Kota Surabaya mencapai sekitar 3.377 ton. DKPP Surabaya diakuinya baru memfasilitasi para petani garam dengan menyediakan gudang tempat penyimpanan.
"Kita menyediakan fasilitas gudang untuk menyimpan garam di Sememi, itu gratis. Mereka (petani) bisa menyimpan garam di sana, kapasitasnya hingga 30 ribu karung," kata dia.