Kamis 07 Oct 2021 14:10 WIB

Vaksin Malaria PBB Dinilai Bisa Ringankan Beban Rumah Sakit

Vaksin malaria akan mengurangi penularan penyakit pada anak-anak sebesar 30 persen

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti  the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008. Vaksin malaria akan mengurangi penularan penyakit pada anak-anak sebesar 30 persen.
Foto: EPA
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008. Vaksin malaria akan mengurangi penularan penyakit pada anak-anak sebesar 30 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Direktur Pusat Kajian Malaria di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Sean Clarke, mengatakan vaksin malaria dapat menjadi alat tambahan untuk mengatasi penyakit tersebut. Vaksin membantu seperti kelambu atau insektisida yang selama puluhan dekade digunakan untuk mengurangi penyebaran malaria.

"Di beberapa negara yang sangat panas, anak-anak tidur di luar. Jadi mereka tidak bisa dilindungi dengan kelambu sehingga jelas apabila mereka divaksin, mereka akan terlindungi," kata Clarke, Kamis (7/10).

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengesahkan vaksin malaria pertama di dunia. Organisasi kesehatan PBB itu mengatakan vaksin tersebut harus diberikan pada anak di seluruh Afrika. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut disahkannya vaksin malaria ini sebagai 'momen bersejarah' setelah ia bertemu dengan dua kelompok penasihat WHO yang merekomendasikan langkah tersebut.

Clake mengatakan beberapa tahun terakhir kemajuan dalam mengatasi malaria sangat kecil. "Jika kita akan mengurangi bebennya sekarang, kita membutuhkan sesuatu yang lain," kata Clarke.

Direktur kajian penyakit menular di Imperial College London, Azra Ghani, mengatakan ia dan rekan-rekannya memperkirakan vaksin malaria akan mengurangi penularan penyakit tersebut pada anak-anak sebesar 30 persen. Itu artinya akan turun 8 juta kasus dan 40 ribu kematian per tahun.

"Untuk orang yang tidak tinggal di negara malaria, penurunan 30 persen mungkin terdengar tidak terlalu banyak. Namun bagi yang tinggal di wilayah malaria, penyakit itu kekhawatiran utama mereka," kata Ghani.

"Penurunan 30 persen akan menyelamatkan banyak nyawa dan akan menyelamatkan para ibu (dari) membawa anak-anak mereka ke pusat kesehatan dan membanjiri sistem kesehatan," tambahnya.

Menurutnya panduan WHO diharapkan menjadi 'langkah pertama' untuk membuat vaksin malaria yang lebih baik. Upaya memproduksi generasi kedua vaksin malaria mungkin dapat ditingkatkan dengan teknologi messenger RNA (mRNA) yang digunakan dua vaksin Covid-19 paling sukses yang vaksin dari Pfizer-BioNTech dan Moderna.

"Dari vaksin-vaksin mRNA kami melihat tingkat antibodi jauh lebih tinggi dan vaksin-vaksin itu juga dapat beradaptasi dengan sangat cepat," kata Ghani.

Ia menambahkan baru-baru ini BioNTech mengatakan akan mulai meneliti untuk memproduksi vaksin malaria. "Tidak mungkin untuk mengatakan bagaimana hal itu berdampak pada vaksin malaria, tapi jelas kami membutuhkan pilihan lain untuk memerangi malaria," katanya.

Baca juga : Media China Ramai-Ramai Beritakan Bali Kembali Buka

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement