Saat Sampah Cemari Sumber Air
Red: Esthi Maharani
Lembaga Ecoton Indonesia menemukan timbunan sampah di Bendungan Sengguruh, Kabupaten Malang. | Foto: Dokumen.
Oleh Wilda Fizriyani
MALANG – Sampah yang mengotori aliran sungai bukan fenomena baru. Namun permasalahan ini tak kunjung mendapatkan penyelesaian, baik dari pemerintah, masyarakat maupun produsen sampah.
Sejumlah aktivis lingkungan di Jawa Timur (Jatim) yang tergabung dalam Komunitas Lingkungan Poros Malang-Surabaya dan Relawan Sungai Nusantara telah beberapa kali menemukan tumpukan sampah di aliran Sungai Brantas. Sampah yang seharusnya didaur ulang justru terbuang di sumber air masyarakat Jatim. Padahal sampah-sampah jenis plastik yang nantinya terpecah menjadi mikroplastik ini dapat membahayakan kehidupan makhluk di sungai, bahkan manusia.
Terbaru, Relawan Sungai Nusantara melakukan pembersihan sampah plastik di Kali Porong. Perwakilan Relawan Sungai Nusantara, Kholid Basyaidan menyatakan, kegiatan Operasi Plastik yang dilakukan oleh Relawan Sungai Nusantara berlangsung selama sepekan hingga 3 Oktober 2021. Para relawan menemukan sampah-sampah plastik yang tersangkut di ranting bambu.
Menurut Kholid, 85 persen sampah yang ditemukan berjenis kresek dan plastik tidak bermerek. Kemudian 15 persen lainnya merupakan sampah plastik dari produk bermerek. Total lebih dari 500 kilogram sampah plastik yang berhasil dievakuasi di wilayah Kecamatan Tarik, Sidoarjo dan Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto
“Jumlah sampahnya masih terlalu banyak untuk dibersihkan sendirian,” kata Kholid.
Para relawan menyimpulkan Wings, Unilever dan Indofood sebagai produsen sampah yang paling banyak ditemukan di Kali Porong. Jenis sampah yang paling banyak ditemukan yakni kemasan mi instan dan sabun pencuci pakaian. “Sedangkan untuk bungkus snack dan sampah botol minuman yang paling mendominasi adalah merek dari PT Mayora dan Siantar Top,” ungkapnya.
Temuan sampah plastik di aliran sungai juga sempat terjadi di Bendungan Sengguruh, Kabupaten Malang pada September lalu. Komunitas Lingkungan Poros Malang-Surabaya dan ECOTON Indonesia menemukan berbagai macam jenis sampah yang mencemari bendungan tersebut, baik plastik, popok dan sebagainya.
Direktur Ecoton Indonesia, Prigi Arisandi menjelaskan, musim kemarau menyebabkan air di Bendungan Sengguruh menyusut sehingga dasar Sungai Brantas terlihat. Temuan sampah ini mulanya berasal dari hasil pantauan Google Earth di mana terdapat warna putih dan warna-warni di bawah Bendungan Sengguruh, wilayah Desa Gampingan, Kabupaten Malang. Prigi dan sejumlah aktivis lingkungan pun langsung memverifikasi lapangan sehingga ditemukan tumpukan sampah popok, kresek dan saset di lokasi.
Prigi menilai, sampah-sampah yang ditemukan di Bendungan Sengguruh berasal dari wilayah Kota Malang. Warga Kota Malang seperti di Muharto, Kedungkandang tidak mempunyai sistem olah sampah. Sebab itu, warga lebih memilih membuang sampah plastik ke Sungai Brantas.
Adapun rincian jenis sampah yang ditemukan antara lain 40 persen kresek dan 30 persen popok. Kemudian 20 persen sampah saset, 10 persen logam, tube, karet, dan sabagainya. "Jenis sampah popok didominasi merek Sweety disusul Mamypoko Unicharm," ungkapnya.
Dengan adanya situasi ini, Prigi meminta Perum Jasa Tirta I memasang penghalang sampah di Bendungan Sengguruh. Langkah ini bertujuan agar plastik tak masuk ke bendungan sehingga dapat mencegah pencemaran. Kemudian juga memasang papan imbauan larangan buang sampah ke sungai dan melakukan PATROLI demi mencegah pembuangan sampah secara liar.
Di sisi lain, Prigi juga meminta ketegasan pemerintah dalam pembuatan aturan pengelolaan sampah. Selama ini regulasi yang tersedia tidak memuat sanksi tegas terhadap pelanggaran. Bahkan, aturan yang sudah adapun jarang ditegakkan dengan baik di masyarakat.
Selanjutnya, produsen juga diminta untuk bertanggung jawa atas sampah yang dihasilkan. Koordinator River Warrior, Thara Bening Sandrina menegaskan, setiap produsen bertanggungjawab atas sampah yang mereka hasilkan. Berdasarkan Undang-Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008, produsen harus mau mengurus sampah dari bungkus-bungkus yang mereka hasilkan setelah produk digunakan. Produsen bisa menyediakan tempat sampah khusus atau mengganti bungkus yang bisa didaur ulang atau menghindari pemakaian saset.
Di samping itu, para relawan juga meminta produsen membuat sistem pengumpulan sampah plastik (residu) bungkus produk. Terakhir, mereka juga meminta pemerintah daerah yang memiliki sungai wajib menyediakan sarana pengolahan sampah. Yakni, berupa TPS 3 R (tempat pengolahan sementara berbasis 3R, Reduce, Reuse dan Recycling).