REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (8/10), memanggil tiga saksi untuk tersangka mantan wakil ketua DPR Azis Syamsuddin dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Mereka yang dipanggil, yaitu Syamsi Roli selaku PNS, karyawan BUMN Neta Emilia, dan Fajar Arafadi selaku staf Bank Mandiri Bandar Jaya. "Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah untuk tersangka AZ. Pemeriksaan dilakukan di Aula Polrestabes Bandarlampung," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.
KPK pada Sabtu (25/9), mengumumkan Azis sebagai tersangka. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan, politikus Partai Golkar itu pada Agustus 2020, menghubungi penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan meminta tolong mengurus kasus yang melibatkannya dan juga Aliza Gunado (AG), penyelidikannya dilakukan KPK.
Aliza merupakan kader Partai Golkar yang pernah menjabat sebagai mantan wakil ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). Selanjutnya, Robin menghubungi advokat Maskur Husain (MH) untuk ikut mengawal dan mengurus perkara tersebut. Setelah itu, Maskur menyampaikan kepada Azis dan Aliza untuk masing-masing menyiapkan uang sejumlah Rp 2 miliar.
Robin berkomunikasi dengan Azis terkait permintaan sejumlah uang tersebut, yang akhirnya disetujui. Maskur diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp 300 juta kepada Azis. Untuk teknis pemberian uang dari Azis, dilakukan melalui transfer rekening bank dengan menggunakan rekening milik Maskur.
Baca juga : KPK Periksa Tiga Mantan Ajudan Eks Bupati Probolinggo
Selanjutnya, Robin menyerahkan nomor rekening bank tersebut kepada Azis.Sebagai bentuk komitmen dan tanda jadi, Azis dengan menggunakan rekening bank atas nama pribadinya diduga mengirimkan uang sejumlah Rp 200 juta ke rekening bank Maskur secara bertahap.
Masih di bulan Agustus 2020, Robin juga datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap sebesar 100 ribu dolar AS, 17.600 dolar Singapura, dan 140.500 dolar Singapura.
Uang dalam bentuk mata uang asing tersebut kemudian ditukarkan oleh Robin dan Maskur ke tempat penukaran uang untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain. KPK menduga pemberian uang dari Azis kepada Robin dan Maskur yang telah direalisasikan baru sejumlah Rp 3,1 miliar dari komitmen awal sebesar Rp 4 miliar.
Atas perbuatannya, tersangka Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.