REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian meluncurkan tiga vaksin hewan hasil penelitian. Ketiganya yakni vaksin Neo Rabivet, vaksin Afluvet HiLow, dan serum Scovet ASF.
"Ketiga produk hasil penelitian dan pengembangan Kementan tersebut sangat penting, mengingat Indonesia adalah negara pengekspor babi terbesar yang cukup diperhitungkan. Apalagi virus adalah lawan yang tidak kelihatan dan bisa masuk ke semua sektor," kata Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpor, Jumat (8/10).
Ia menilai ketiga produk yang dikeluarkan Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Surabaya ini sangat membanggakan, mengingat produk ini hasil karya para peneliti Kementan. Terutama produk serum ASF yang berdasar penelitian mampu meningkatkan kekebalan virus demam babi afrika hingga 52 persen. Produk ini menjadi solusi saat ini mengingat vaksin demam babi afrika belum ada di dunia.
Terkait penyakit rabies, Syahrul mengatakan penyakit ini masalah kesehatan besar yang harus ditangani bersama, termasuk para kepala daerah dan semua pihak yang terlibat di sektor peternakan maupun pemeliharaan. Caranya melalui program pengendalian yang mengedepankan implementasi one health.
"Karena penanganan hewan itu bukan sesuatu yang mudah. Kenapa begitu? Karena virus rabies itu bukan hanya kita yang kena, tetapi tetangga juga kena. Apalagi kalau di tempat wisata. Ini bahaya banget," Katanya.
Mentan menegaskan pentingnya pencegahan rabies untuk keselamatan hewan dan manusia. Dampak rabies tidak hanya pada kesehatan, namun juga akan berpengaruh pada ekonomi secara umum.
“Dan saya bersyukur dukungan pembebasan rabies di Indonesia terus menguat. Saya optimistis tidak sampai 2030 kita bisa membebaskan Indonesia dari rabies,” ujarnya.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, Nasrullah menegaskan bahwa program pengendalian dan pemberantasan rabies merupakan komitmen kuat dari jajarannya untuk Indonesia yang lebih berkualitas. Sejauh ini, kata Nasrullah, Kementan telah mengalokasikan vaksin dan operasional pengendalian rabies, khususnya untuk wilayah tertular dengan risiko tinggi.
"Untuk daerah tertular risiko tinggi, kita upayakan alokasi vaksin sebanyak 70 persen populasi hewan penular rabies. Sedangkan untuk daerah risiko rendah dan bebas, alokasi vaksin cukup untuk vaksinasi tertarget dan vaksinasi darurat," kata dia.
Nasrullah berharap pemerintah daerah untuk turut mendukung pelaksanaan program dengan mengisi kekurangan ketersediaan vaksin dan sumberdaya lain yang diperlukan. Dirjen PKH juga menyebutkan bahwa di Pusat, Ditjen PKH sudah merangkul mitra kerja internasional seperti FAO, AIHSP dan USAID dalam pengendalian dan penanggulangan rabies.
Baca juga : Terkendala Izin Pusat di Monas, Lokasi Formula E Dipindah
"Kerja sama dengan kementerian dan Lembaga sebenarnya sudah berjalan baik, khususnya dengan Kemenkes, KLHK dan Kemenko PMK, namun ini perlu terus dipertahankan dan diperkuat agar target Indonesia bebas rabies 2030 dapat tercapai," katanya.