REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menuding Turki bertanggung jawab atas pelemahan kampanye serangan terhadap kelompok ISIS di Suriah. Hal itu karena Ankara pernah melancarkan operasi militer ke negara tersebut.
“Situasi di dan dalam kaitannya dengan Suriah, dan khususnya tindakan Pemerintah Turki untuk melakukan serangan militer ke timur laut Suriah, melemahkan kampanye untuk mengalahkan ISIS,” kata Biden pada Kamis (7/10), dikutip laman Al Arabiya.
Hal itu disampaikan Biden dalam sebuah surat yang dikirimnya untuk Ketua House of Representatives AS, Nancy Pelosi. Biden memberitahukan niatnya untuk memperpanjang darurat nasional terkait dengan Suriah.
Dalam surat tersebut, Biden menilai, serangan Turki ke Suriah juga membahayakan warga sipil dan mengancam atau berisiko merusak stabilitas, perdamaian, serta keamanan di kawasan. Pada akhirnya, operasi Turki juga dapat menimbulkan ancaman luar biasa terhadap keamanan nasional dan kebijakan luar negeri AS.
“Oleh karena itu, saya telah memutuskan bahwa darurat nasional yang dinyatakan dalam Perintah Eksekutif 13894 perlu untuk dilanjutkan sehubungan dengan situasi di dan terkait dengan Suriah,” ujar Biden.
Turki telah melakukan beberapa operasi militer ke Suriah utara sejak 2016. Setidaknya ada dua operasi besar, yakni bernama Operation Euphrates Shield dan Olive Branch. Turki hendak menumpas pasukan Kurdi yang menguasai wilayah perbatasan Suriah. Mereka membidik pasukan Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) dan Partai Persatuan Demokratik Suriah (PYD). Ankara memandang YPG sebagai perpanjangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Turki melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris. Turki memiliki perbatasan sepanjang 911 kilometer dengan Suriah. Ia telah lama mengecam ancaman pasukan Kurdi di timur Sungai Eufrat dan pembentukan “koridor teroris” di sana.
Ankara ingin memukimkan kembali dua juta pengungsi Suriah di zona aman seluas 30 kilometer yang membentang dari Sungai Eufrat ke perbatasan Irak, termasuk Manbij. Namun Turki menilai rencana itu tak bisa diwujudkan selama pasukan Kurdi, seperti PKK dan YPG menghuni daerah tersebut.