Jumat 08 Oct 2021 18:22 WIB

Kaum Hawa Diminta Lebih Waspada di Dunia Daring

Pada 2020 sedikitnya terdapat 620 kasus aduan yang masuk ke Safenet.

Red: Gilang Akbar Prambadi
Diskusi daring Katadata yang membahas keamanan wanita di dunia daring.
Foto: Dok. Web
Diskusi daring Katadata yang membahas keamanan wanita di dunia daring.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman kekerasan daring terhadap perempuan belakangan dinilai semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data Safenet, kekerasan daring terhadap perempuan trennya terus meningkat. 

Divisi kebebasan berekspresi Safenet Nenden Sekarang Arum mengatakan, pada 2020 sedikitnya terdapat 620 kasus aduan yang masuk ke Safenet. Angka ini meningkatkan 10 kali lipat dibandingkan tahun 2019. 

"Itukan benar benar meledak jumlahnya, dan kalau kita lihat aduan di Komnas perempuan, itu senada jumlah sama sama trennya meningkat. Di komnas perempuan kenaikannya mencapai 4 kali lipat. Itu berarti tren kekerasan secara online ini meningkat drastis. Apalagi tahun 2020 hingga sekarang ketergantungan kita terhadap teknologi dan internet semakin meningkat. Jadi kita seolah-olah tidak bisa hidup tanpa internet. Sekolah, kerja semua menggunakan internet. Faktor tersebut karena exposure kita terhadap internet itu juga meningkat risiko kekerasan berbasis gender di online,” ujar Nenden, dalam diskusi daring Katadata, seperti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (8/10).

Nenden meminta masyarakat harus paham  jika data diri tersebar, akan menjadi sebuah jejak digital. Nenden mengistilahkan analogi "yang fana adalah waktu, jejak digital abadi". Artinya jejak digital seseorang akan sulit dihapus. 

Dalam diskusi yang sama, Koalisi perempuan Indonesia mengungkapkan, platform peminjaman daring merupakan sebuah peluang untuk memberikan kemudahan khususnya bagi perempuan. Namun, pinjaman online (pinjol) dinilai belum menemukan skema yang tepat guna membantu masyarakat. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati mengatakan, rata-rata kelompok yang disasar pinjol adalah perempuan. 

Peminjam juga kerap tidak membaca syarat pinjaman yang berujung kepada permasalahan yang melibatkan perempuan. Alih-alih membantu perekonomian, pinjol justru membawa perempuan masuk ke persoalan konsumerisme. 

"Kalau kita lihat pola-pola pinjol itu selalu menawarkan barang-barang rumah tangga, atau hadiah tertentu voucher yang sebenarnya itu tidak ada urusannya bagaimana penguatan ekonomi perempuan. Ini yang harus dilihat sama OJK dalam hal ini. Terutama menyasar pada pinjol-pinjol ilegal," ujar Mike.

Mike menilai masyakarat khususnya perempuan harus jauh lebih waspada terhadap informasi atau tahapan yang ditawarkan pinjaman daring. Apalagi harus memberikan data pribadi bahkan nomor HP keluarga peminjam. Menurut Mike pendekatan pemahaman digital harus dilakukan secara menyeluruh bahkan kepedesaan dan tidak berbasis di kota saja. 

Sakdiyah Ma'ruf yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan pekerja kreatif menilai, ada sejumlah persoalan yang terjadi dalam kasus kekerasan daring terhadap perempuan akibat pinjol. Dari sisi pemerintah, akses pendanaan dan permodalan harus menjadi perhatian. Mulai dari kebutuhan rumah tangga sampai menyelamatkan UMKM. 

"Kemudian hal yang paling mendasar kalau kita berbicara soal keuangan, bagaimana literasi keuangan keluarga. Bagaimana kita semua suami dan istri atau single mother yang kesulitan pendanaan atau permodalan karen statusnya, itu juga tanggung jawab negara. Terus bagaimana keterbukaan dalam keluarga, apa sih hutang konsumtif, hutang produktif yang digunakan untuk barang barang konsumsi atau yang digunakan memang kebutuhan mendasar perumahan atau permodalan usaha,” ujar Sakdiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement