REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA - Laporan Bank Dunia telah menemukan hubungan antara kondisi perubahan iklim dan peningkatan penyakit pernapasan, penyakit yang ditularkan melalui air, dan penyakit yang dibawa oleh nyamuk serta masalah kesehatan mental di Bangladesh.
Dengan prediksi perubahan iklim lebih lanjut, lebih banyak masalah kesehatan fisik dan mental yang mungkin muncul. Yang paling rentan adalah anak-anak dan orang tua, dan mereka yang tinggal di kota-kota besar seperti Dhaka dan Chattogram, laporan itu menyebutkan pada Kamis.
Selama 44 tahun terakhir, Bangladesh mengalami kenaikan suhu 0,5°C. Musim panas semakin panas dan lama, musim dingin semakin hangat, dan musim hujan lebih panjang dari Februari hingga Oktober. Pada tahun 2050, suhu di Bangladesh diperkirakan akan naik 1,4°C .
Dr Shahriar Hossain, seorang ahli lingkungan, mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa kenaikan suhu menjadi alasan berjangkitnya virus dan penyakit. Ketika suhu meningkat, penyakit yang ditularkan melalui air dan udara melihat lingkungan untuk menyebar.
"Penyakit seperti demam berdarah adalah penyakit yang ditularkan melalui air dan berkembang dengan kenaikan suhu. Kenaikan suhu, penggunaan bahan kimia dan pengendalian hama di tanah membunuh bakteri dan serangga ramah lingkungan yang pada akhirnya menciptakan dampak buruk bagi alam."
Dalam dua tahun terakhir, kami melihat peningkatan penggunaan bahan kimia dan pengendalian hama di masa pandemi, katanya.
Pembunuhan bakteri dan serangga rumah membantu meningkatkan jumlah virus, bakteri, dan serangga jahat yang berkontribusi menyebarkan sejumlah penyakit di antara penduduk, Hossain, yang juga sekretaris jenderal Organisasi Pembangunan Lingkungan dan Sosial (ESDO), menjelaskan.
"Sementara itu, perubahan iklim secara langsung mempengaruhi kesehatan mental dan perilaku manusia. Cuaca panas dan suhu yang berubah menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien dengan gangguan jiwa dan mengendalikan kembali penyakitnya," sebut pakar tersebut.
Kondisi cuaca yang tidak menentu memainkan peran kunci dalam wabah demam berdarah 2019 di kota Dhaka, di mana 77% dari total kematian terkait demam berdarah di negara itu terjadi, tambah laporan baru itu. Tahun itu, Dhaka mencatat lebih dari tiga kali rata-rata curah hujan Februari, diikuti oleh suhu dan kelembapan tinggi antara Maret dan Juli.
Penyakit pernapasan meningkat dengan meningkatnya suhu dan kelembapan. Lebih banyak orang menderita depresi selama musim dingin sementara tingkat gangguan kecemasan meningkat dengan suhu dan kelembapan, laporan Bank Dunia itu menambahkan.
“Dengan lebih banyak bukti yang menunjukkan dampak nyata dari perubahan iklim pada kesehatan fisik dan mental, Bangladesh perlu membangun adaptasi untuk memastikan sistem kesehatan yang lebih kuat yang mencegah wabah penyakit sensitif iklim yang muncul,” kata Mercy Tembon, Direktur Bank Dunia untuk Bangladesh dan Bhutan.