Sabtu 09 Oct 2021 09:31 WIB

Polda: Ketiga Anak Bertemu Ayahnya Spontan Minta Dipangku

Polda sebut pencabulan ayah ke anak tak ada bukti, justru istri pelapor kena waham.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes E Zulpan.
Foto: Dok Humas Polri
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes E Zulpan.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) mengeklaim, proses hukum dan hasil visum terhadap tiga anak yang diduga mendapat kekerasan seksual atau korban pencabulan dari ayahnya berinisial SA di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Provinsi Sulsel pada 2019, sudah sesuai prosedur.

"Hasil visum itu menunjukkan semua hasilnya tidak ada. Saya sampaikan terkait dengan pencabulan, tentunya harus ada kerusakan pada organ seksual. Walaupun anak itu berusia 10 tahun, tapi tidak ditemukan sama sekali," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes E Zulpan kepada wartawan di Kota Makassar, Jumat (8/10).

Selain itu, kata dia, rekomendasi yang dikeluarkan sesuai sumpah jabatan oleh dokter Rumah Sakit (RS) Bhayangkara dan Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokes) Polda Sulsel menyatakan, tidak ada luka lecet benda masuk (organ seksual) dan sebagainya.

"Berdasarkan rekomendasi visum itu penyidik tidak bisa menemukan bukti terkait laporan itu, apalagi belum ada laporan polisi, masih laporan pengaduan, masih penyelidikan belum penyidikan. Itu bisa terbit mana kala ada bukti," ucap Zulpan.

Berkaitan viralnya kasus itu ke publik usai heboh di media sosial, atas pelaporan ibu berinisial RA atas dugaan kasus rudapaksa kepada ketiga anaknya yang dilakukan ayahnya SA, kata Zulpan, Polres Luwu Timur sudah mengambil langkah. Dia mengakui, untuk klarifikasi sekaligus pemberitaan yang berkeadilan, memang benar aparat polisi menerima aduan dari RA pada 19 Oktober 2019.

RA, kata Zulpan, melaporkan aduan ketiga anaknya telah mendapat tindakan tidak senonoh oleh salah satu mantan suaminya. Laporan yang disampaikan kala itu, sambung dia, adalah dugaan pemerkosaan kepada ketiga anaknya yang masih di bawah umur. Dengan pelaporan itu, Polres Lutim menerima laporan pengaduan.

Karena kasusi itu merupakan pencabulan anak di bawah umur, kata dia, sehingga membutuhkan data pendukung untuk proses penyelidikan. "Ini memerlukan bukti pendukung, minimal dua alat bukti dan kami melakukan visum, pertama dilakukan di Puskesmas Malili (Lutim)," ujar Zulpan.

"Kemudian, hasil visum itu sudah keluar, menerangkan bahwa tidak terjadi kerusakan pada alat kelamin pada ketiganya, tidak ada rusak robek. Kepada laki-laki juga tidak ada kerusakan," kata Zulpan melanjutkan.

Merasa tidak puas dari hasil visum itu, kata dia, pelapor selaku ibu korban, selanjutnya melakukan visum kedua di RS Bayangkara, Kota Makassar pada November 2019, guna memastikan adanya dugaan perbuatan rudapaksa itu. "Harus ada bukti yang diajukan. Ini buktinya tidak ada," kata Zulpan.

"Kita telah melakukan koordinasi dengan unit pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk assessment. Hasil assessment juga tidak ditemukan adanya trauma," ucap Zulpan melanjutkan.

Bahkan saat dipertemukan oleh ayahnya, dia menyebut, ketiga anak itu dengan spontan langsung merangkul dan minta dipangku oleh ayahnya. Sehingga, tidak ada trauma bapaknya adalah pelaku. Kemudian, menurut Zulpan, psikiater RS Bhayangkara melaksanakan asesmen pada tiga anak tersebut, hasilnya sama, tidak ada kekerasan seksual.

Begitu pun saat RA di asesmen untuk unsur kejiwaan, kata dia, menujukan waham (ganguan mental). Sehingga kala itu setelah mendapat hasil demikian Polres Lutim menghentikan kasus itu karena tidak cukup bukti. Namun belakangan, karena ada laporan ke Polda Sulsel soal kepastian hukum, dilakukan gelar perkara pada 2020 dalam kasus tersebut.

"Setelah digelar tidak memenuhi cukup bukti sehingga rekomendasi Polda untuk segera menerbitkan administrasi penghentian penyelidikan atau penghentian proses penyelidikan (SP3) sudah sesuai," kata Zulpan.

SA melaporkan mantan suaminya RA terkait dugaan kekerasan seksual terhadap ketiga anak kandungnya masing-masing berinsial AL (8), MR (6) dan AL (4) pada 2019. Belakang kasusnya dihentikan polisi karena tidak cukup bukti. Kasus mencuat kembali pada Oktober 2021, karena viral di media sosial terkait proses penghentian penyelidikan pada kasus tersebut dinilai janggal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement