REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, mengungkapkan sejumlah alasan pemerintah mengusulkan pemungutan suara Pemilu 2024 pada 15 Mei 2024. Guspardi mengatakan, salah satunya yang menjadi pertimbangan yaitu situasi politik kedepan pasca pemungutan suara.
"Banyak hal yang disampaikan pemerintah, pertama adalah kalau misalkan di tanggal 21 Februari dilakukan pileg dan pilpres, utamanya pilpres itu pasti akan menimbulkan gejolak politik, tidak terjadinya harmonisasi terhadap pemerintahan," kata Guspardi dalam diskusi daring, Sabtu (9/10).
Guspardi menambahkan, ketika Pilpres 2024 hanya berlangsung satu putaran saja, maka akan menimbulkan persoalan dengan jarak waktu yang panjang dari pencoblosan sampai pelantikan presiden terpilih di bulan Oktober 2024. Sehingga pada saat itu akan ada jarak panjang antara Presiden Jokowi sebagai presiden incumbent dan presiden terpilih pemilu 2024.
"Kalau itu terjadi bagaimana pun kita tidak menafikkan tentu ada dua matahari ketika itu, ada presiden incumbent yang namanya Pak Jokowi yang beliau sudah menyatakan tidak akan maju lagi, kemudian ada lagi hasil dari Pilpres 21 Februari, apalagi kalau seandainya orang yang maju itu tidak didukung oleh pihak pemerintah, tentu akan menimbulkan dinamika, kegaduhan, dan sebagaimana," ungkapnya.
Guspardi mengungkapkan, menurut pemerintah tidak elok pilpres digelar bulan Februari. Sebab selama ini lazimnya pilpres digelar di bulan April. Selain itu, alasan lain pemerintah mengusulkan Pilpres digelar 15 Mei 2024 yaitu terkait masalah anggaran. Apalagi saat ini pemerintah tengah fokus melakukan pembenahan ekonomi usai pandemi Covid-19.
Sebelumnya KPU mengusulkan agar Pilpres 2024 digelar 21 Februari 2024. Sedangkan pemerintah mengusulkan Pilpres dilaksanakan pada 15 Mei. Sejumlah fraksi yang mendukung jadwal usulan KPU diantaranya PDIP, PKB, PPP dan PKS. Sementara Partai Golkar, NasDem, Gerindra, dan PAN setuju pileg dan pilpres dengan usulan pemerintah pemilu digelar 15 Mei 2024. Sedangkan Fraksi Partai Demokrat belum menentukan sikap.