REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Ribuan orang Afghanistan berduyun-duyun ingin meninggalkan negara itu. Tetapi, hanya sedikit yang berhasil keluar dari negara yang kini dikuasai oleh Taliban tersebut.
"Warga Afghanistan yang berusaha melintasi perbatasan ke Iran telah melonjak sejak Taliban berkuasa hampir dua bulan lalu, tetapi hanya sedikit yang berhasil menyeberang," kata seorang pejabat dilansir dari Alarabiya, Ahad (10/10).
Sebelum Taliban berkuasa pada 15 Agustus, sekitar 1.000 hingga 2.000 orang menyeberang ke Iran melalui stasiun perbatasan Zaranj di provinsi barat daya Nimroz setiap bulan. Namun komandan perbatasan untuk provinsi Nimroz, Mohammad Hashem Hanzaleh, mengatakan, pekan ini jumlah orang yang berusaha menyeberang telah melonjak menjadi antara 3.000 dan 4.000 setiap hari.
Afghanistan tengah menghadapi krisis kemanusiaan dan ekonomi sejak Taliban mengambil alih kekuasaan. PBB bahkan memperingatkan bahwa sepertiga dari populasi menghadapi ancaman kelaparan. Tetapi Hanzaleh mengatakan, sangat sedikit yang memiliki surat-surat yang harus dipenuhi.
"Pedagang dan orang yang memegang visa tinggal, serta mereka yang memiliki visa untuk mencari perawatan medis, tidak dicegah oleh pasukan Iran,” katanya. Ia menambahkan bahwa sekitar lima sampai 600 orang diizinkan melintas setiap hari.
Bagi mereka yang tidak memiliki surat-surat izin untuk menyeberang, dan memaksa, mereka kerap menghadapi perlakuan yang mengerikan. Salah satunya dialami oleh Hayatullah, yang memamerkan tangannya yang terluka, dengan darah hitam merembes melalui perban.
“Tentara Iran mengambil uang kami. Mereka memukul tangan kami, mereka merobek tangan kami,” katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan Mohammad Nasim yang mencoba meninggalkan Afghanistan dengan memanjat tembok perbatasan. Tiga kali percobaan ia lakukan, tiga kali juga usahanya selalu gagal.
Dua malam sebelumnya, penjaga perbatasan Iran telah melepaskan tembakan dan membunuh dua orang yang mencoba menyeberang, termasuk salah satu temannya. Tetapi itu tidak menghentikannya untuk kembali pada malam berikutnya, hanya untuk mendapati dirinya ditangkap dan dipukuli.
Ketika para penjaga bertanya mengapa dia mencoba menyeberang tanpa dokumen. Dia menjawab: “Jika Anda melihat kemiskinan, kelaparan, dan kesengsaraan bangsa kita, maka Anda akan pergi ke sisi lain perbatasan juga," ujar Nasim.