REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Deputi direktur Program Asia di lembaga think tank Wilson Center Michael Kugelman mengatakan serangan bom bunuh diri pada Jumat (8/10) memberi tanda ISIS akan menggelar lebih banyak serangan. Serangan menewaskan 46 warga muslim syiah dan melukai puluhan lainnya.
Serangan yang dilakukan saat warga sedang sholat itu terjadi di sebelah utara Kota Kunduz. Ulama syiah Afghanistan menuntut Taliban yang kini berkuasa di negara itu untuk memperketat perlindungan di tempat-tempat ibadah mereka.
Kelompok yang berafiliasi dengan ISIS mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut dan mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri orang muslim Uighur. Mereka mengklaim serangan itu mengincar warga syiah dan Taliban karena bersedia mengusir warga Uighur sesuai dengan permintaan Cina.
Bom bunuh diri Jumat lalu itu menjadi serangan paling mematikan sejak pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO meninggalkan Afghanistan pada 30 Agustus lalu. "Bila klaim tersebut benar, maka kekhawatiran Cina mengenai terorisme di (Afghanistan) yang Taliban klaim dapt diatasi, akan meningkat," cicit Kugelman, Sabtu (9/10) kemarin.
Sementara itu Taliban mulai memulangkan warga yang melarikan diri saat kelompok itu merebut desa-desa mereka bulan Agustus lalu kekampung halaman mereka di sebelah utara negara itu. Para pengungsi domestik tersebut sempat tinggal di tenda-tenda di taman-taman kota Kabul.
Pejabat Taliban yang bertanggung jawab pada pengungsi Mohammed Arsa Kharoti mengatakan sekitar 1,3 juta warga Afghanistan terpaksa mengungsi karena perang di masa lalu. Kini Taliban tidak memiliki dana untuk mengatur kepulangan mereka. Ia mengatakan sejauh ini Taliban hanya dapat memulangkan 1.005 keluarga.
Salah satu warga desa yang mengungsi ke salah satu tenda di taman Kabul, Shokria Khanm mengatakan ia menunggu bus yang disiapkan Taliban untuk memulangkannya ke Kunduz. Ia mengatakan tidak takut dengan meningkatnya ancaman dari kelompok ISIS di kampung halamannya."Setidaknya kami memiliki empat dinding," katanya.
Ia menambahkan ia gugup mengenai masa depan setelah pertempuran antara Taliban dan pasukan pemerintah menghancurkan rumahnya. "Musim dingin akan segera datang, tidak ada kayu bakar, kami butuh air dan makanan," tambahnya.