Ahad 10 Oct 2021 12:44 WIB

BRIN Sebut 4 Faktor Penyebab Amblesan Tanah di Jakarta

Peneliti BRIN mengatakan, isu tenggelamnya Jakarta sudah mengemuka sejak 2008.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrologi Air Tanah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Robert Delinom, menyebut ada empat faktor penyebab terjadinya amblesan tanah di Jakarta. (Ilustrasi air tanah)
Foto: Pixabay
Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrologi Air Tanah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Robert Delinom, menyebut ada empat faktor penyebab terjadinya amblesan tanah di Jakarta. (Ilustrasi air tanah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Profesor Riset bidang Geoteknologi-Hidrologi Air Tanah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Robert Delinom, menyebut ada empat faktor penyebab terjadinya amblesan tanah di Jakarta. Faktor-faktor tersebut, yakni kompaksi batuan, pengambilan air tanah secara berlebihan, pembeban bangunan, dan aktivitas tektonik.

“Solusi untuk mencegah tenggelamnya Jakarta dalam periode jangka pendek dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar memahami masalah ini," ujar Delinom dikutip dari laman resmi BRIN, Ahad (10/10).

Baca Juga

Untuk solusi jangka panjang, kata dia, dapat dilakukan dengan mengintegrasi secara tuntas penyelesaian masalah-masalah itu. Langkah-langkah yang dapat diambil menurut dia, yakni dengan kombinasi konsep mitigasi dan adaptasi yang tidak tumpang tindih, zero run off dan no land subsidence city, serta mengubah pola pikir masyarakat.

Selain itu, Delinom juga menyarankan perlunya upaya mitigasi dengan melakukan pembangunan "pertahanan" di garis pantai, pembangunan "pertahanan" di sungai dan bantarannya, membuat "tempat parkir" air dan mengantisipasi penyebab penurunan tanah.

Sementara itu, Profesor Riset pada Pusat Riset Sains dan Teknologi Atmosfer-Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Eddy Hermawan, berpendapat, ada tiga faktor utama yang menjadi penyebab Jakarta tenggelam. Faktor-faktor itu, yaitu meningkatnya sea level rise (SLR), menurunnya land subsidence (LS), dan adanya faktor lokal atau daerah rawa/dataran rendah.

“Langkah bijak yang harus dilakukan untuk menyikapi prediksi tenggelamnya Jakarta yaitu dengan menyiapkan skenario berbasis penggabungan SLR dan LS dengan berbagai kombinasi data SLR dan LS menggunakan teknik spasial-temporal analysis,” ujar Eddy.

Eddy juga mengingatkan beberapa daerah di Indonesia juga terancam tenggelam. “Masyakarat harus seoptimal mungkin mencegah kerusakan lingkungan serta mempertimbangkan pembuatan bitting gesik dan hutan mangrove, karena telah terbukti cukup efektif dalam meredam laju masuknya rob ke daratan,” jelas dia.

Eddy juga mengungkapkan, isu tenggelamnya Jakarta sudah mengemuka sejak 2008. Isu itu, kata dia, sudah mengemuka jauh sebelum pernyataan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden. “Penyataan Joe Biden bahwa Indonesia harus memindahkan ibu kotanya, karena akan berada di berada di bawah air, tentu menjadi perhatian media massa,” kata dia.

Isu pemanasan global telah mengemuka di beberapa tahun terakhir. Salah satu dampak yang mengancam yaitu tenggelamnya pesisir utara Jawa, termasuk Jakarta. Menanggapi itu, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyatakan, riset dapat menjadi potensi solusi untuk menyelamatkan Pantura dan Jakarta dari laju penurunan permukaan lahan.

“Periset yang ahli di bidangnya dapat terus berkontribusi aktif untuk memberikan solusi dan pencerahan terhadap masalah yang dihadapi. Jadi tidak sekedar mengungkapkan masalah, tapi kita harus bisa menjadi problem solver,” ungkap Tri. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement