REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim menepis anggapan adanya ‘matahari kembar’ karena adanya capres-cawapres terpilih dalam rentang waktu cukup lama apabila pemungutan suara Pemilu 2024 dilaksanakan pada 21 Februari. "Menurut saya anggapan itu hanya alasan yang mengada-ada,” kata Luqman di Jakarta, Ahad (10/10).
“Dalam beberapa kali putaran pilkada hingga tahun 2020, banyak daerah yang sudah memiliki kepala daerah terpilih tetapi pelantikannya masih lama menunggu habis masa periode kepala daerah 'eksisting'," kata Luqman.
Dia mengatakan dari contoh tersebut menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada gangguan keamanan yang ditimbulkan adanya calon kepala daerah terpilih. Menurut dia, apabila Pemilu Presiden (Pilpres) hanya satu putaran maka akhir Maret 2024 sudah akan ditetapkan capres-cawapres terpilih jika pencoblosannya dilaksanakan pada 21 Februari 2024.
"Dengan komunikasi yang baik, maka Presiden Jokowi dapat memfasilitasi proses transisi pemerintahan kepada calon presiden terpilih secara sempurna," ujarnya.
Luqman menilai, capres-cawapres terpilih memiliki kesempatan untuk memasukkan sebagian visi-misi dan janji-janji kampanye Pemilu ke dalam rumusan APBN 2025 yang proses penyusunannya dilakukan di awal tahun 2024. Hal itu menurut dia, capres-cawapres terpilih hasil Pemilu 2024, setelah dilantik tanggal 20 Oktober 2024, akan langsung mengelola APBN 2025 yang sebagian sudah berisi visi misi dan janji kampanye Pemilu.
"Model transisi seperti itu akan mempercepat kembalinya kohesi masyarakat yang sempat mengalami dinamisasi akibat pemilu," katanya.
Wakil Sekjen DPP PKB itu menilai, dalam perspektif demokrasi, adanya capres-cawapres terpilih bersamaan waktunya dengan Presiden yang sedang memimpin, bukan hal negatif. Dia menilai, keberadaan capres-cawapres terpilih justru menjadi prasyarat penting terjadinya proses transisi pemerintahan secara damai dan bermartabat.
"Konsep matahari kembar yang menimbulkan dampak negatif hanya dikenal dalam budaya kekuasaan negara Monarki dan Kekaisaran. Negara kita tidak menganut sistem monarki maupun kekaisaran, Indonesia adalah negara demokrasi," ujarnya.
Luqman berharap pemerintah, DPR dan masyarakat sipil memberi dukungan penuh kepada KPU yang diberi otoritas oleh UU agar segera menetapkan tanggal 21 Februari 2024 sebagai waktu pemungutan suara Pemilu 2024. Dia menilai kepastian ini penting agar seluruh tahapan dan jadwal Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 dapat segera ditetapkan dan polemik mengenai hari pemungutan suara dapat diakhiri.