REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pandemi Covid-19 menyebabkan angka kasus gangguan jiwa dan depresi mengalami peningkatan hingga 6,5 persen di Indonesia.
"Dampak pandemi, angka gangguan mental dan depresi mengalami peningkatan mencapai 6,5 persen secara nasional," kata Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen P2P Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu di acara peringatan Hari Kesehatan Jiwa Se-dunia (HKJS) 2021 di Aula Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Surakarta, Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Ahad (10/10).
Di acara itu, Menkes Budi Gunadi Sadikin hadir secara daring. Adapun Wakil Wali Kota Surakarta Teguh Prakosa, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza (P2MKJN) Kemenkes dr Celestinus Eigya Munthe, Kepala Dinkes Jateng Yulianto Prabowo, dan beberapa direktur RSJD di Jateng hadir di lokasi.
Peringatan HKJS pada 2021, mengusung tema Mental Health in An Unequal World, dan tema nasional 'Kesetaraan Dalam Kesehatan Jiwa Untuk Semua' yang digelar di RSJD Surakarta. Menurut Maxi Rein, meningkatnya gangguan mental dan depresi pada masa pandemi tersebut kini pada angka sekitar 12 juta orang dan mereka usia produktif.
Penyebabnya sebagian besar, masalah keterbatasan sosial karena terlalu lama diam di rumah, dan karena kehilangan pekerjaan. "Mereka yang mengalami gangguan jiwa dan depresi mulai usia 15 tahun hingga 50 tahun atau usia produktif," katanya.
Hal tersebut, kata dia, menjadi target utama Dirjen P2P Kemenkes untuk menekan angka gangguan jiwa yang mulai tinggi pada masa pandemi Covid-19. "Jadi pengalaman pandemi membuat pelayanan harus diinovasi mulai konsultasi hingga pemberian obat kepada pasien," kata Maxi Rein.
Direktur P2MKJN Kemenkes, Celestinus Eigya Munthe menjelaskan, terdapat kasus pasung pada 2020 sebesar 6.452 orang. Sedangkan, orang yang mengalami pemasungan kembali sebanyak 445 orang.
Dia mengutip survei 2020 yang dilakukan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), sebanyak 63 persen responden mengalami cemas dan 66 persen responden mengalami depresi akibat pandemi Covid-19. Sedangkan, sebanyak 80 persen responden memiliki gejala stres pascatrauma psikologis karena mengalami atau menyaksikan peristiwa tidak menyenangkan terkait Covid-19.
Gejala stres pascatrauma psikologis berat dialami 46 persen responden, gejala stres pascatrauma psikologis sedang dialami 33 persen responden, gejala stres pascatrauma psikologis ringan dialami dua persen responden, sementara 19 persen tidak ada gejala.