REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemikiran yang kaku dan ekstrem dinilai akan menjadi hambatan kemajuan Islam. Apalagi, pemikiran itu memicu tindakan intoleran yang mencoreng agama Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi menyebut, saat ini dibutuhkan pemahaman keagamaan yang moderat dan dinamis. Hal ini ia sampaikan saat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Agama Islam An Nawawi (STAIAN) Purworejo.
Ia menyampaikan sambutan dengan tema 'Menyiapkan SDM Perguruan Tinggi berbasis Pondok Pesantren dalam Mewujudkan Moderasi Beragama'. Pemahaman agama yang moderat dan dinamis, disebut merupakan pijakan kuat menuju peradaban Islam yang dicita-citakan, peradaban Islam yang dulu pernah berjaya.
"Jika cara berpikir kita kaku dan ekstrem, maka kita akan terus tertinggal. Pemahaman keagamaan moderat, kunci kemajuan peradaban," ujar Wamenag, dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Senin (11/10).
Berpikir secara moderat dan dinamis, disebut menjadi kekuatan Islam untuk kembali menuju kejayaan. Untuk menuju pemikiran moderat, umat Islam perlu untuk tidak berlebihan, termasuk dalam keberagamaan.
Hadir dalam kegiatan, Ketua STAIAN Purworejo, Ashfa Khoirun Nisa; Ketua Dewan Senat STAIAN Purworejo, KH Achmad Chalwani; Kakanwil Kemenag Provinsi Jawa Tengah, Musta'in; serta Kepala Kemenag Kabupaten Purworejo.
"Berpikir dan bertindak ekstrem itu berlebihan. Semangat agama sangat tinggi, tapi tidak dilandasi pemahaman yang benar. Hal itu dapat melahirkan pemikiran yang ekstrem dan tekstual, mengabaikan pemahaman yang lebih substansial," lanjut dia.
Jika yang dipahami hanya aspek teks atau lahirnya saja, ia menyebut bisa terjebak pada pemahaman yang sempit, ekstrem, lalu terjebak pada klaim kebenaran dan menegasikan keragaman. Bila hal tersebut dibiarkan, dapat mendorong orang pada tindakan anarkisme dan intoleransi, serta sikap mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan.
Wamenag pun menyampaikan harapannya agar pemikiran moderat tumbuh dalam generasi muda Islam, khususnya para mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Sehingga, generasi Islam jauh dari pemikiran ekstrem dan intoleran.
Terakhir, ia menggarisbawahi pentingnya dakwah dengan cara yang baik. Juru dakwah harus mampu menunjukkan wajah Islam yang sebenarnya, Islam yang rahmatan lil alamin.
"Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Untuk itu, dalam berdakwah harus mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul dan dakwah yang mengajarkan bukan dakwah yang menjelekkan. Semoga masa kejayaan Islam bisa kita raih kembali," ujarnya.