Senin 11 Oct 2021 11:13 WIB

Presiden Tebboune: Prancis Harus Hormati Aljazair

Aljazair belum akan mengirimkan duta besarnya untuk Prancis.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune
Foto: EPA
Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune

REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR -- Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune mengatakan negaranya belum akan mengirim lagi duta besarnya untuk Prancis. Menurut Tebboune, hal itu hanya dapat terjadi jika Prancis memberi penghormatan total terhadap negaranya.

Ini merupakan kali pertama Tebboune bicara secara terbuka tentang perselisihan diplomatik negaranya dengan Prancis. Hal tersebut dipicu komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang sejarah kolonialisme di negara tersebut.

Baca Juga

“Kami lupa bahwa Aljazair pernah menjadi koloni Prancis. Sejarah tidak boleh dilupakan. Kami tidak bisa bertindak seolah-olah tidak ada yang terjadi,” kata Tebboune.

Pekan lalu Macron mengatakan ia berharap ketegangan diplomatik antara negaranya dan Aljazair dapat segera mereda. “Keinginan saya adalah kita bisa menenangkan diri karena saya pikir lebih baik berbicara satu sama lain, dan membuat kemajuan,” kata Macron dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio France Inter yang disiarkan pada Selasa (5/10).

Macron mengaku memiliki hubungan sangat ramah dengan Tebboune. Pada 2 Oktober lalu, Aljazair menarik duta besarnya untuk Prancis. Itu merupakan responsnya atas pernyataan Macron yang menyebut bahwa sistem politik-militer Aljazair telah menulis ulang sejarah kolonisasinya oleh Prancis tidak berdasarkan kebenaran. Macron menuding narasi sejarah dibangun dengan bias kebencian terhadap Prancis.

Macron pun sempat mempertanyakan eksistensi Aljazair. “Apakah ada negara Aljazair sebelum penjajahan Prancis? Itu yang jadi pertanyaan,” ucapnya dalam sebuah wawancara pada 30 September lalu.

“Pernyataan Macron adalah penghinaan yang tak dapat diterima untuk mengenang lebih dari 5,63 juta martir yang mengorbankan diri mereka dengan perlawanan gagah berani melawan kolonialisme Prancis (antara 1830-1962),” kata Kantor Kepresidenan Aljazair merespons komentar Macron.

Aljazair mengungkapkan, banyak kejahatan kolonial yang dilakukan Prancis adalah genosida terhadap rakyatnya. Aljazair menegaskan, ia menolak intervensi dalam urusan internal negaranya.

Sebuah sumber di pemerintahan Aljazair mengatakan komentar tentang eksistensi Aljazair sebagai sebuah negara telah memicu kemarahan tertentu. Elite penguasa Aljazair sejak kemerdekaan sebagian besar terdiri dari para veteran perang pembebasannya dari Prancis.

Baca juga : Presiden Taiwan: Kami tak akan Tunduk di Hadapan China

 

 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement