Menengok Penerus Wayang Jatakamala di Ambarawa
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq
Kusbiantoro saat menunjukkan beberapa karakter Wayang Jatakamala, saat ditemui di Pasar UMKM Gua Kerep, Ambarawa, Kabupaten semarang, Jawa Tengah, Ahad (10/10). Ia merupakan satu dari beberapa gelintir seniman yang membuat karakter tokoh Wayang Jatakamala ini. (bowo pribadi) | Foto: Republika/Bowo Pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Berbicara kesenian wayang kulit, masyarakat umumnya relatif lebih mahfum dengan Wayang Purwa. Namun kesenaian wayang kulit yang hidup di tengah-tengah masyarakat sejatinya cukup beragam. Salah satunya adalah Wayang Jatakamala atau ada yang menyebut Wayang Jatakamala.
Jika cerita-cerita Wayang Purwa jamak mengangkat wiracarita dari kitab Ramayana atau Mahabharata, untuk wayang Jatakamala, lebih spesifik, mengangkat wiracarita dari kitab Jatakamala, atau karya sastra Buddhis (Buddha) klasik. Bagi yang masih awam, kesenian Wayang Jatakamala ini sebenarnya juga bertahan di tengah masyarakat.
Di wilayah Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, masih ada penerus kesenian Wayang Jatakamala ini. Adalah Kusbiantoro (35 tahun), salah satu dari segelintir seniman yang masih membuat Wayang Jatakamala.
Ditemui di sela aktivitas di kios seninya, yang berada di Pasar UMKM Gua Kerep, Ambarawa, pria yang akrab disapa Kusbi ini mengaku, sebenarnya ia memang seniman yang menekuni Wayang Purwa. Namun sudah sejak lama juga berkeinginan untuk bisa membuat Wayang Jatakamala.
“Dari sisi pembuatan sebenarnya juga hampir sama, yang membedakan hanya masing-masing karakter (tokoh), antara tokoh dalam Wayang Purwa dengan Wayang Jatakamala,” ungkapnya, Senin (11/10).
Menurut Kusbi, pembuatan Wayang Jatakamala bermula saat ia menerima order dari seseorang di Jakarta, untuk membuat wayang Jatakamala. Karena tidak ada contoh fisiknya, ia pun mendapatkan pinjaman buku-buku literasi tentang karya sastra klasik Jatakamala dari sang pemesan.
Dari literasi tersebut, ia mulai membaca dan mampelajari karakter tokoh Wayang Jatakamala satu per satu untuk kemudian dituangkannya dalam pembuatan tiap-tiap karakter wayang itu. “Lumayan lama, karena saya harus memelajari tokohnya bagaimana terus kita tuangkan dalam karakter wayang sesuai cerita dalam literasi itu,” jelasnya.
Bapak dua anak ini juga menyampaikan, ada hal yang paling spesifik dari pembuatan Wayang Jatakamala, jika dibandingkan dengan Wayang Purwa. Kebetulan sang pemesan merupakan penganut Buddha, sehingga untuk pembuatan wayang tersebut menghindari pemakaian bahan dari hewan.
Intinya pemesan tidak mau, wayang itu dibuat dari bahan-bahan hasil dari menyakiti hewan. Makanya Wayang Jatakamala ini dibuat dari lembaran fiber dan juga resin. “Pertimbangannya, kulit lembu tidak boleh, kalau menggunakan bahan kertas gampang rusak. Akhirnya saya pilih fiber dan resin untuk gapitnya,” jelas Kusbi.
Untuk proses pembuatannya, satu karakter Wayang Jatakamala bisa menghabiskan waktu sepekan hingga 10 hari. Namun untuk karakter tertentu yang rumit biasa memakan waktu satu bulan.
Sedangkan harga jualnya, untuk satu karakter Wayang Jatakamala berkisar Rp 650 ribu hingga Rp 750 ribu. Tapi ada karakter tertentu yang harga jualnya bisa mencapai Rp 1,25 juta. “Namun harga tersebut secara umum masih lebih murah jika dibandingkan pembuatan satu karakter Wayang Purwa,” tambahnya.
Untuk ukuran (dimensi), berkisar dari tinggi 65 centimeter hingga 90 centimeter. Hingga saat ini, ia telah memproduksi lebih dari 32 karakter Wayang Jatakamala. Bahkan lebih dari separuh karakter wayang yang sudah dibuatnya juga telah digunakan untuk pentas, terakhir pagelaran Wayang Jatakamal di Kota Magelang.
Namun jumlah ini masih belum seberapa jika dibandingkan jumlah karakter atau tokohnya hampir sama dengan jumlah karakter Wayang Purwa yang mencapai sekitar 258 karakter. “Saya juga masih terus mempelajari karakter-karakter Wayang Jatakamala agar nantinya bisa/mampu membuat semua karakter Wayang Jatakamala ini,” ujar dia.