Senin 11 Oct 2021 16:37 WIB

Mangrove untuk Kestabilan Pesisir dan Penguatan Ekonomi

Mangrove merupakan fitur alami yang mampu meredam dan menurunkan abrasi laut

Red: Gita Amanda
Wakil Menteri LHK, Alue Dohong dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono, Plt Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Helmi Basalamah, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko, dan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Ditjen PDASRH KLHK, Saparis Soedarjanto, memberikan keterangan pers secara daring terkait upaya pemerintah dalam melakukan rehabilitasi mangrove.
Foto: Kementerian LHK
Wakil Menteri LHK, Alue Dohong dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono, Plt Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Helmi Basalamah, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko, dan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Ditjen PDASRH KLHK, Saparis Soedarjanto, memberikan keterangan pers secara daring terkait upaya pemerintah dalam melakukan rehabilitasi mangrove.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri LHK, Alue Dohong dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono, Plt Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Helmi Basalamah, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko, dan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Ditjen PDASRH KLHK, Saparis Soedarjanto, memberikan keterangan pers secara daring terkait upaya pemerintah dalam melakukan rehabilitasi mangrove untuk mempertahankan kestabilan bentang alam pesisir, serta dalam rangka penguatan green economy, Senin, (11/10).

Pada kesempatan tersebut Wakil Menteri Alue menjelaskan jika program penanaman mangrove sesuai arahan Presiden Jokowi berguna untuk mempertahankan kestabilan bentang alam melalui salah satunya pengendalian abrasi laut dan mereduksi dampak dari bencana tsunami. Berkurangnya luas daratan akibat abrasi diketahui menimbulkan berbagai macam kerusakan dan degradasi lingkungan, yang paling parah dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil, demikian pula bencana tsunami yang dapat menimbulkan kerusakan besar dan merengut banyak korban jiwa.

Baca Juga

“Mangrove merupakan fitur alami yang mampu secara signifikan meredam dan menurunkan abrasi laut dan juga magnitude bencana gelombang tsunami, sehingga eskalasi bencana dan potensi kerugian, serta korban dapat direduksi. Mangrove juga berperan besar dalam pengendalian perubahan iklim melalui kemampuannya dalam menyimpan dan menyerap karbon 4-5 kali lebih banyak dari hutan tropis daratan. Semua keunggulan ekosistem mangrove tersebut menjadi pertimbangan penting yang menyatu dengan upaya menjaga kestabilan tata kelola bentang alam dan perbaikan mutu lingkungan,” tutur Wakil Menteri, Alue, dalam siaran persnya.

photo
Wakil Menteri LHK, Alue Dohong dan Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), Hartono, Plt Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Helmi Basalamah, Deputi Perencanaan dan Evaluasi BRGM, Satyawan Pudyatmoko, dan Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai Ditjen PDASRH KLHK, Saparis Soedarjanto, memberikan keterangan pers secara daring terkait upaya pemerintah dalam melakukan rehabilitasi mangrove. - (Kementerian LHK)

Ia pun menegaskan, rehabilitasi mangrove berperan penting untuk menjaga kedaulatan ekonomi dan kedaulatan politik Indonesia berupa keutuhan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena wilayah hutan mangrove berada di pesisir-pesisir yang merupakan titik pangkal terluar untuk batas Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen wilayah Indonesia dengan batas wilayah laut negara lain disekitarnya.

"Jangan sampai batas negara ini tergerus oleh abrasi akibat tidak adanya ekosistem mangrove,” ujarnya.

Selanjutnya perbaikan ekosistem mangrove secara parallel akan memperkuat sosial ekonomi masyarakat, serta mendorong pembangunan hijau melalu green economy. Ekosistem mangrove memiliki multi manfaat, seperti menjadi lahan budidaya ikan, kepiting, udang melalui pola silvofishery, pengolahan produk mangrove non-kayu, serta wisata alam juga memperkuat pengembangan kawasan industry yang hijau (green industrial park).

Dengan banyaknya manfaat dari keberadaan ekosistem mangrove, maka sejak tahun 2020, pemerintah telah menjadikan program rehabilitasi mangrove menjadi salah satu Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). PEN melalui Penanaman Mangrove telah menyerap ratusan ribu HOK (hari orang kerja) melalui penanaman bibit mangrove di ratusan ribu hektare areal pesisir yang terdegradasi. Dengan rehabiltasi mangrove dua manfaat besar dapat tercapai yaitu meningkatnya tutupan hutan mangrove, yang secara paralel meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu KLHK bekerjasama dengan BRGM gencar mempercepat langkah rehabilitasi mangrove. Format tata kelola yang diinisiasi KLHK akan menjadi acuan bagi akselerasi rehabilitasi mangrove nasional seluas 600 ribu hektare di sembilan propinsi prioritas sampai tahun 2024 yang akan dilaksanakan oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) bersama KLHK c.q. Ditjen PDASRH KLHK beserta seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh Indonesia.

“Percepatan rehabilitasi mangrove tidak hanya dimaksudkan sebagai upaya perbaikan lingkungan, tetapi juga sebagai upaya penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat pada masa pandemi. Ke depan, rehabilitasi mangrove dengan melibatkan masyarakat juga diharapkan dapat memperkuat aspek  kelembagaan dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang lebih berkelanjutan,” ujar Kepala BRGM, Hartono.

Hartono pun menyebut jika institusinya akan menginisiasi pembentukan pembentukan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM), meniru keberhasilan Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG) yang berhasil mempercepat restorasi gambut. DMPM ini memperkuat keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Diharapkan model desa seperti ini dapat diakomodasikan secara lebih permanen dalam bentuk pengelolaan perhutanan sosial mangrove.

Selain dalam bentuk hutan sosial, rehabilitasi mangrove dan pengelolaan mangrove selanjutnya juga dapat dilakukan dalam bentuk partnership dan bahkan dalam bentuk model perizinan jasa lingkungan. Untuk itu BRGM bersama KLHK akan mereview regulasi yang ada, serta  mengembangkan kebijakan yang memungkinkan model-model tersebut dapat dilaksanakan.

“Agar semua target penugasan rehabilitasi mangrove dapat dilaksanakan secara terstruktur dan sistematis, perlu disusun dokumen roadmap dan rencana percepatan rehabilitasi mangrove sampai dengan tahun 2024. Dokumen ini diharapkan menjadi acuan bagi semua pihak yang terkait. Dokumen dimaksud disusun berdasarkan Peta Mangrove Nasional (PMN) terbaru sebagai base line yang disepakati bersama,” ujar Kepala BRGM.

Sementara itu Plt Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) KLHK, Helmi Basalamah menyebutkan jika Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) merupakan upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan.

"Pemerintah secara konsisten terus mendorong upaya-upaya rehabilitasi ekosistem mangrove dengan melibatkan semua pihak yang terkait, tarutama masyarakat di seluruh Provinsi di Indonesia," ujar Helmi

Kegiatan RHL Mangrove disebutnya menjadi salah satu kegiatan prioritas pemerintah saat ini dengan tujuan untuk meningkatkan tutupan hutan dan lahan serta perbaikan kualitas lingkungan, namun dengan tetap dapat meningkatkan nilai ekonomi dan  kesejahteraan bagi masyarakat, serta meningkatkan kestabilan bentang alam yang berperan penting dalam geo-strategi, geo-politik dan geo-ekonomi nasional. 

Helmi pun menjelaskan ada tiga aspek yang paling tidak harus digarap agar program rehabilitasi mangrove dapat terlaksana dengan baik, pertama adalah pengelolaan terhadap aspek kawasan, yaitu  menyelesaikan info terkait dengan lokasi lahan rehabilitasi ekosistim mangrove yang akan dikerjakan di seluruh Indonesia. Keragaman lokasi dan karakteristik tempat rehabilitasi mangrove seperti di wilayah terabrasi, bekas-bekas lahan tambak, dan lain-lain termasuk wilayah perbatasan negara, harus didekati dengan mempertimbangkan aspek fisik, biologi, dan sosial yang sangat beragam tersebut.  

Selanjutnya aspek kelembagaan, rehabilitasi mangrove ini harus dibuat sedemikian rupa bagaimana melibatkan masyarakat termasuk pada mengedepankan peran, serta masyarakat setempat yang hidup dan kehidupannya sangat tergantung dari keberadaan ekosistem mangrove antara lain melalui pengembangan pariwisata, budidaya ikan tangkap dan lain sebagainya. Terakhir aspek teknologi, pendampingan, dan lain sebagainya, yaitu dalam rangka menjamin keberlangsungan  dan keberlanjutan hasil rehabilitasi mangrove.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement