Senin 11 Oct 2021 22:37 WIB

Debu di Meja Kafe dan Gambaran Terpuruknya Afghanistan

Afghanistan menghadapi krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Nashih Nashrullah
Afghanistan menghadapi krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah. Ilustrasi pedagang di Afghanistan
Foto: AP/Bernat Armangue
Afghanistan menghadapi krisis ekonomi terburuk sepanjang sejarah. Ilustrasi pedagang di Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sejak pengambilalihan Afghanistan oleh Taliban, negara itu telah jatuh ke dalam kemerosotan ekonomi paling serius sejak 1990-an. 

Miliaran bantuan luar negeri yang dulunya melengkapi anggaran negara kini dibekukan dan segala sesuatu mulai dari makanan hingga bahan bakar dan bahkan uang tunai sendiri menjadi langka. 

Baca Juga

"Ada jutaan orang yang akan kelaparan dan akan datang musim dingin. Apalagi sedang Covid-19," kata salah satu staf dari UNICEF, Omar Abdi, dikutip dari beta.ctvnews.ca pada Senin (11/10). 

Dia mengatakan, di rumah sakit anak-anak utama di Kabul, staf mondar-mandir di bangsal yang penuh dengan bayi kekurangan gizi. Ini adalah sistem secara keseluruhan yang berada di ambang kehancuran. 

Mata uang Afghanistan telah jatuh nilainya. Penarikan tunai pekanan dibatasi hingga dua ratus dolar dan tabungan tidak dapat diakses. Hanya dalam satu bulan, harga gas melonjak 60 persen di seluruh negeri, sementara harga sekantong tepung melonjak 40 persen.   

Bahkan sekaleng kacang sederhana mengalami kenaikan harga setinggi 30 persen. Orang-orang menjual karpet dan barang-barang rumah tangga lainnya untuk membeli makanan, dengan banyak orang tua yang tidak makan sehingga anak-anak mereka dapat makan. 

"Sangat menyedihkan bahwa selama berminggu-minggu krisis kemanusiaan baru saja meningkat dan membesar dengan kecepatan yang luar biasa,” kata Direktur Program Pangan Dunia untuk Afghanistan, Mary-Ellen McGroarty. 

Lalu, tiga perempat dari pengeluaran negara pernah datang dari organisasi internasional tetapi sejak pengambilalihan Taliban dukungan keuangan telah ditunda. 

Seorang karyawan di sebuah toko roti mengatakan bahwa para pekerja di Afghanistan meminta Imarah Islam untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga dan seluruh dunia sehingga harga turun. 

Di kafe Tabasum, debu di atas meja melukiskan gambaran ilustratif tentang kafe yang dulunya ramai.  Kemerosotan ekonomi, dikombinasikan dengan ketakutan akan Taliban, memaksa pemiliknya, seorang wanita berusia 23 tahun untuk mengunci pintu. 

Dia mengatakan bahwa semua staf perempuannya berhenti masuk karena takut bahwa suatu hari nanti Taliban akan masuk dan memukuli mereka. 

Menurut Taliban, beberapa bantuan mungkin sedang dalam perjalanan mereka mengatakan pada Ahad bahwa Amerika Serikat telah setuju untuk memberikan bantuan kemanusiaan sementara menolak untuk memberikan pengakuan kepada Taliban sebagai pemimpin baru negara itu. 

Akhir pekan ini, pembicaraan langsung pertama antara Amerika Serikat dan Taliban terjadi sejak Amerika Serikat menarik pasukan dari Afghanistan pada akhir Agustus.  

Amerika Serikat belum memberikan konfirmasi yang jelas tentang bantuan tersebut, yang menyatakan pada Ahad bahwa kedua belah pihak membahas pemberian bantuan kemanusiaan yang kuat dari Amerika Serikat langsung kepada orang-orang Afghanistan.  

 

Sumber: beta.ctvnews

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement