Selasa 12 Oct 2021 15:50 WIB

Deteksi Dini Preeklamsia Cegah Risiko Komplikasi Ibu Hamil

Preeklamsia umumnya ditemukan pada pekan ke 20 usia kehamilan.

Preeklamsia umumnya ditemukan pada pekan ke 20 usia kehamilan.
Foto: Pixabay
Preeklamsia umumnya ditemukan pada pekan ke 20 usia kehamilan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter Spesialis Obsteri dan Ginekologi, dr Aditya Kusuma, SpOG, mengatakan, pentingnya untuk mendeteksi dini masalah preeklamsia pada ibu hamil untuk mencegah risiko komplikasi hingga kematian pada ibu dan janin. Dokter lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan bahwa preeklamsia adalah gangguan tekanan darah yang hanya terjadi pada kehamilan dan dapat menyebabkan komplikasi, termasuk kerusakan pada organ vital, khususnya ginjal dan hati.

Preeklamsia sendiri biasanya dimulai setelah minggu ke-20. Namun, seringnya menimpa ibu hamil yang sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi.

Baca Juga

"Preeklamsia ini munculnya tiba-tiba, kalau dia udah ada hipertensi sebelum hamil berarti bukan preeklamsia. Ibu hamil biasanya tidak terlalu aware kalau tensinya tinggi karena sebelum hamil diperiksa tensinya baik-baiknya," ujar Aditya dalam webinar "Deteksi Dini Preeklamsia untuk Cegah Risiko Kematian Ibu dan Janin" pada Selasa (12/10).

Aditya menyebutkan beberapa gejala umum yang alami oleh ibu hamil yang menderita preklamsia, di antaranya adalah sakit kepala parah, gangguan penglihatan, tekanan darah tinggi, naiknya berat badan dengan cepat, mual, sakit pada area abdominal, protein pada urin dan bengkak pada tangan dan kaki. Untuk mendeteksi ada tidaknya preeklamsia pada ibu hamil, biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu pemeriksaan tekanan darah dan urin untuk melihat apakah terdapat kandungan protein atau tidak.

"Tapi tidak semua ibu hamil yang proteinnya positif terkena preeklamsia. Ada yang proteinnya negatif tahunya malah kebobolan dan ibunya tiba-tiba kejang atau gagal ginjal, ini adalah pe-er besar, jadi sebenarnya tidak hanya berdasarkan tensi tinggi dan urin positif saja," kata Aditya.

Aditya mengungkapkan pentingnya melakukan pemeriksaan biomarker sFlt-1 dan PlGF untuk mengetahui resiko terjadinya preeklamsia pada usia kehamilan dini. Tes ini dapat dilakukan saat usia kehamilan 11-13 minggu. 

Perubahan kadar protein angiogenik seperti sFlt-1 dan PlGF dapat digunakan untuk memprediksi dan mendiagnosis preeklamsia. Ratio sFlt-1/PlGF telah terbukti memiliki kinerja tes yang lebih tinggi daripada standar saat ini seperti menggunakan tekanan darah dan proteinuria.

"Kalau mengintip Singapura dan Eropa sebenarnya ini bukan hal baru. Kenapa dilakukan pada trimester pertama, karena kita bicara soal pencegahan dan pengobatan seperti pemberian aspirin. Aspirin ini bisa menurunkan kejadian preeklamsia yang muncul hingga 90 persen, kalau kita bisa melakukan upaya skrining, ujung-ujungnya kita bisa menurunkan biaya kesehatan seperti biaya rawat inap yang tidak perlu atau perawatan khusus untuk bayi prematur," kata Aditya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement