Selasa 12 Oct 2021 15:57 WIB

Seberapa Mirip Film Lord of the Rings dengan Novelnya?

Trilogi film ini sukses meraup pendapatan box office Rp 41,7 triliun.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Qommarria Rostanti
Salah satu adegan di film Lord of the Rings: Return of the Kings.
Foto: New Line Cinema.
Salah satu adegan di film Lord of the Rings: Return of the Kings.

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Kesetian pada karya asli selalu menjadi topik perdebatan hangat dalam sebuah film yang diadaptasi dari novel. Dari sekian banyak film, seri Lord of the Rings kerap dilabeli sebagai film adaptasi yang paling autentik dengan cerita asli dalam novel karya JRR Tolkien. 

Namun melihat bagaimana film kian berkembang, apakah Lord of the Rings masih setia pada cerita asli?

Ketika film Lord of the Rings: The Fellowship of the Ring arahan Peter Jackson dirilis pada 2001, itu disambut dengan pujian. Banyak yang beranggapan bahwa keaslian cerita menjadi kunci kesuksesan, namun ada juga yang mengeklaim kesuksesan dipicu oleh pengemasan film yang sangat "Hollywood". Di luar perdebatan itu, trilogi film ini sukses meraup pendapatan box office yang luar biasa yakni lebih dari Rp 2,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp 41,7 triliun.

Dilansir di laman Game Rant, Selasa (12/10), ada beberapa elemen yang jelas setia pada buku. Antara lain Aragorn masih enggan memimpin, Frodo masih bepergian dengan membawa cincin itu, dan Gollum masih menjadi ancaman bagi semua orang. Perihal asal-usul monster humanoid Orc di Middle-Earth, Jackson lebih memilih mengikuti teks asli dimana Orc diturunkan dari Elf.

Di sisi lain, ada satu perubahan besar dari teks asli yaitu perluasan karakter Arwen. Pada versi film, Arwen memiliki lebih banyak hal yang harus dilakukan dibandingkan versi buku, yang hanya muncul untuk waktu yang sangat singkat. Meski perluasan karakter ini kerap dikritik, namun itu sebenarnya sejalan dengan kesetian pada buku ini.

Pada versi film, ada juga beberapa elemen penyempurna teks yang dihilangkan. Misalnya banyak karakter pendukung yang telah dihapus atau digabungkan menjadi pemeran utama. 

Peran Glorfindel yang membimbing Frodo malah diisi oleh Arwen. Entwives dan Tom Bombadil juga telah dihapus. Begitupun penyebutan Radagast telah dihapus hingga karakternya diperkenalkan dan diperluas di The Hobbit.

Ada banyak karakter dan cerita pendukung yang tidak hadir dalam film, dan beberapa penonton telah merasakan ketidakhadiran mereka. Jika filmnya sempurna, adaptasi yang tepat, maka kecil kemungkinan penonton akan mengeluh. Namun ada keluhan dan filmnya tidak sempurna. Bahkan Roger Ebert menyebutkan banyak ketidakakuratan ini dalam ulasannya.

Dengan semua elemen yang dihilangkan ini, mungkin lebih pas jika bertanya, apakah elemen yang dihilangkan ini mengubah cerita inti atau tidak. Rasanya, apa yang dikisahkan dalam film tidak memiliki perbedaan berarti karena mampu menangkap tema buku. Film juga masih sejalan dengan buku, bahkan untuk bagian terkecil dari dunia yang besar dapat membuat perbedaan.

Seseorang tidak perlu menjadi penyihir yang kuat, raja yang berbakat, atau bahkan kurcaci yang keras kepala untuk berbuat baik dan menyelamatkan dunia. Yang dibutuhkan hanyalah ketekunan, tekad, dan kemauan untuk berbuat baik. Tema-tema ini tidak dapat disangkal hadir dalam seri film, dan merupakan bagian dari apa yang membuat cerita begitu menarik. 

Jadi, seri Lord of the Rings tampaknya masih layak disebut sebagai film yang cukup setia pada cerita asli. Atau paling tidak, seri film tidak menyimpang dari tema dan tujuan inti cerita.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement