REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan kepala Badan Intelijen Negara Letjen (Purn) Sutiyoso menyatakan kehadiran Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror di Indonesia merupakan hal yang lumrah. Kehadiran Densus 88 dianggap penting guna menghadapi teroris.
Sutiyoso mengatakan, teroris dan orang yang berpotensi menjadi teroris masih mengancam Indonesia. Menurutnya, kehadiran Densus 88 dibutuhkan guna menghadapi mereka. "Adalah fakta bahwa teroris & calon teroris itu masih ada di Indonesia," kata pria yang akrab disapa Bang Yos itu kepada Republika.co.id, Selasa (12/10).
Bang Yos menyatakan, peranan pemberantasan teroris merupakan kewenangan kepolisian. Oleh karena itu pembentukkan Densus 88 oleh Polri merupakan hal yang pantas dilakukan. Apalagi negara-negara lain juga punya pasukan khusus antiteroris.
"Masalah teroris masih domain Polri. Jadi wajar kalau mereka memiliki satuan antiteror Densus 88," ujar mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.
Selain itu, Bang Yos menyinggung soal salah tangkap yang dilakukan Densus 88. Ia mengungkapkan Densus 88 menggunakan informasi lintas sektor dan individu sebelum melakukan penindakan.
Sehingga, menurutnya, bila terjadi kesalahan saat penindakan maka bisa ditelusuri sumber informasinya. Dengan demikian Densus 88 bisa berbenah agar tak lagi salah tangkap.
"Mereka bekerja atas dasar intelijen dari berbagai pihak yang telah diolah. Kalau terjadi salah sasaran bisa ditelusuri darimana asal salahnya," ucap Bang Yos.
Sebelumnya, Fadli Zon meminta Densus 88 dibubarkan akibat menggunakan narasi berbau islamofobia dalam menunaikan fungsinya. "Narasi semacam ini tak akan dipercaya rakyat lagi, berbau Islamofobia. Dunia sudah berubah, sebaiknya Densus 88 ini dibubarkan saja. Teroris memang harus diberantas, tapi jangan dijadikan komoditas," demikian cuitan Fadli di akun Twitter-nya, Rabu (6/10).