REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Bupati Probolinggo nonaktif, Puput Tantriana Sari, dan Hasan Aminuddin, anggota nonaktif Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu, sebagai tersangka. KPK memberatkan status hukum terhadap pasangan suami istri tersangka korupsi tersebut dengan sangkaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Puput dan Hasan sebelumnya ditetapkan tersangka setelah operasi tangkap tangan (OTT), dalam kasus dugaan penerimaan suap seleksi jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Probolinggo, Jawa Timur (Jatim). Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, rangkaian penyidikan selama ini menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menetapkan dua kader Nasdem tersebut sebagai tersangka delik korupsi lainnya.
“Setelah ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik melakukan pengembangan perkara khusus untuk tersangka PTS (Puput) dan HA (Hasan) dengan menetapkan keduanya sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang,” ujar Ali, Selasa (12/10).
Ali menerangkan, terkait penetapan tersangka baru tersebut, penyidik menjerat pasangan suami istri itu dengan sangkaan Pasal 12B Undang-undang (UU) Tipikor 31/1999-20-2001. Juga, Pasal 3 UU TPPU 8/2010 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Ali mengatakan, penetapan tersangka baru terhadap Puput dan Hasan juga disertakan dengan kesaksian para terperiksa. Sejauh ini, kata Ali, dalam perkara baru tersebut, tim penyidik di KPK total sudah memeriksa 17 orang saksi.
Beberapa yang dia sebutkan sudah diperiksa, yakni sejumlah pejabat teras di Pemkab Probolinggo dan juga para kepala dinas, termasuk para mantan anggota DPRD setempat. Sejumlah pegawai biasa di Pemkab Probolinggo juga turut diperiksa bersama nama-nama dari pihak swasta.
Penambahan status tersangka baru terhadap Puput dan Hasan tersebut memberikan ancaman penjara maksimal terhadap pasangan suami istri tersebut. Sebab sebelumnya, KPK juga menetapkan keduanya sebagai tersangka dengan sangkaan penerimaan suap, dan dijerat dengan Pasal 12 a atau Pasal 12 b, dan Pasal 11 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.