Rabu 13 Oct 2021 14:16 WIB

Air di Gaza Telah Tercemar dan Mengandung Racun

Gaza mengalami krisis air bersih yang berdampak cukup signifikan terhadap warganya

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Seorang pemuda Palestina berjalan di antara puing-puing sebuah bangunan yang runtuh setelah terkena serangan udara selama perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel Mei lalu, di Kamp Pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, Senin, 12 Juli 2021. Gaza mengalami krisis air bersih yang berdampak cukup signifikan terhadap warganya.
Foto: AP/Adel Hana
Seorang pemuda Palestina berjalan di antara puing-puing sebuah bangunan yang runtuh setelah terkena serangan udara selama perang 11 hari antara penguasa Hamas Gaza dan Israel Mei lalu, di Kamp Pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, Senin, 12 Juli 2021. Gaza mengalami krisis air bersih yang berdampak cukup signifikan terhadap warganya.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Gaza telah mengalami krisis air bersih yang berdampak cukup signifikan terhadap warganya. Sebagian besar warga Gaza harus membeli air minum dari pemasok swasta karena air keran biasanya terlalu asin untuk diminum.

Sumber air yang tercemar di Jalur Gaza juga berdampak serius pada kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak. Mereka menghadapi risiko penyakit yang ditularkan melalui air. Falesteen Abdelkarim (36 tahun) dari kamp pengungsi Al-Shati mengatakan air di daerahnya tidak bisa diminum.

Baca Juga

“Rasanya seperti berasal dari laut. Kami tidak bisa menggunakannya untuk minum, memasak, atau bahkan mandi,” kata Abdelkarim dilansir Aljazirah, Rabu (13/10).

Abdelkarim mengatakan warga memiliki akses untuk menggunakan air keran hanya tiga kali sepekan. Bahkan terkadang air itu bercampur dengan limbah karena infrastruktur yang rusak di kamp-kamp pengungsi.

“Hidup di kamp-kamp pengungsi sangat menyedihkan. Kami selalu membeli air minum dari pedagang kaki lima,” kata Abdelkarim yang merupakan ibu dari lima anak.

Sebagian besar pedagang air swasta di Gaza menghilangkan garam air dan menjualnya kepada orang-orang di wilayah tersebut. Harga untuk 1000 liter air biasanya rata-rata adalah 30 shekel atau tujuh dolar AS.

Muhammad Saleem (40 tahun) dari lingkungan Al-Sheikh Redwan di Gaza utara menuturkan upaya dia untuk menumbuhkan kebun di rumahnya telah gagal karena airnya terlalu tercemar. Dia mengatakan air yang tercemar membuat tanamannya menjadi kering dan mati.

“Semua tanaman saya mengering dan mati karena salinitas air yang tinggi dan klorida yang tinggi,” ujar Saleem.

Saleem menambahkan dia tidak mungkin menggunakan air keran kota untuk minum, memasak, atau kebutuhan lainnya. “Jika tanaman mati karena air ini, bagaimana dengan tubuh manusia?" ujarnya.

Organisasi hak asasi manusia telah memperingatkan krisis air bersih yang semakin memburuk di Jalur Gaza. Pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia PBB Senin (11/10) lalu, Institut Global untuk Air, Lingkungan, dan Kesehatan serta Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania mengatakan air di Gaza tidak dapat diminum dan secara perlahan telah meracuni warga.

Baca juga : Indonesia dan Turki Prihatin dengan Situasi Myanmar

"Blokade Israel telah menyebabkan kerusakan serius keamanan air di Gaza dan membuat 97 persen air terkontaminasi. Penduduk dipaksa untuk menyaksikan anak-anak dan orang yang mereka cintai mengalami keracunan," ujar pernyataan bersama sejumlah organisasi hak asasi manusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement