REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia melakukan survei terkait wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang akan dilakukan oleh MPR. Salah satu hasilnya, mayoritas responden ingin agar prosesnya harus mendapat persetujuan publik.
"Sebagian besar publik lebih setuju jika amendemen harus mendapat persetujuan rakyat, 28,3 persen. Lalu membentuk tim khusus berisi para ahli dan tokoh masyarakat untuk mengkajinya, 25,7 persen," ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam diskusi daring, Rabu (13/10).
Sebesar 14,0 persen publik setuju proses amendemen dapat dilakukan oleh MPR. Selanjutnya, 17,1 persen responden menyatakan perubahan amendemen UUD 1945 harus melalui kesepakatan antara MPR dan Presiden, 14,8 persen menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.
Jika amendemen dilakukan oleh MPR, 70,1 persen responden menyatakan bahwa prosesnya harus mendengarkan aspirasi masyarakat terlebih dahulu. Hanya 16,5 persen yang mengaku bahwa MPR dapat melakukan perubahan UUD 1945.
Di samping itu, 55,0 persen publik menilai bahwa amendemen belum saatnya dilakukan saat ini. Hanya 18,8 persen publik yang mengaku setuju bahwa amandemen UUD 1945 dilakukan saat ini. Lalu, 26,2 persen responden menyatakan tidak tahu atau tidak jawab.
Dari 55,0 persen yang tak setuju melakukan amendemen UUD 1945 saat ini, 24,9 persen di antaranya mengaku bahwa konstitusi saat ini sudah sesuai dengan kondisi bangsa. "Masih layak digunakan 14,5 persen, belum saatnya diubah 13,1 persen, tidak boleh diubah 7,4 persen, dan pandemi belum usai sebesar 7,1 persen," ujar Burhanuddin.
Indikator Politik Indonesia melakukan survei pada 2 hingga 7 September 2021. Jumlah responden sebanyak 1.220 orang dengan penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling.
Wawancara dilakukan secara tatap muka dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Adapun toleransi kesalahan atau margin of error sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen.