REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menyarankan Partai Gerindra melirik tokoh lain yang lebih muda daripada tetap mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden di Pilpres 2024. Prabowo dinilai sudah tidak menarik bagi pemilih, karena ada beberapa tokoh muda seperti Sandiaga Uno, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, hingga Ridwan Kamil, yang jauh lebih potensial dibanding Prabowo.
"Membaca arah kontestasi 2024 cenderung didominasi tokoh-tokoh baru, elektabilitas Prabowo sejak kekalahannya di Pilpres 2019 konsisten surut. Bahkan dalam paparan survei IPO periode Agustus ia tidak masuk tiga besar," kata Dedi kepada Republika.co.id, Rabu (13/10).
Menurutnya, rumusannya amat sederhana, Prabowo kesulitan meningkatkan elektabilitas dan akseptabilitas. Sementara tokoh baru masih terbuka peluang terus meningkat.
"Gerindra ini miliki tokoh bagus, Sandiaga Uno, bagus dalam artian populer dan elektabilitas cukup bersaing. Jika bijak, Gerindra lebih baik memgupayakan Sandiaga dibanding Prabowo, Gerindra tidak kehilangan apapun, sama-sama berhasil mengusung kader sendiri," ujarnya.
Sementara, peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby, menilai, sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto masih memiliki peluang besar dicapreskan. Terlebih, Gerindra adalah partai yang hanya butuh koalisi dengan satu partai saja, selain PPP untuk bisa mengusung sendiri calon presiden.
"Dan sejauh ini hanya satu nama yang bergaung di internal Gerindra yaitu Prabowo," kata Adjie saat dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (13/10). Prabowo, lanjutnya, masih punya peluang di 2024. Apalagi Jokowi, yang dua kali mengalahkannya head to head, tak maju lagi, sehingga tak ada pejawat di Pilpres nanti.
Dalam semua survei capres, Prabowo juga masih bertengger di posisi puncak elektabilitas. Meski, elektabilitas Prabowo di semua survei sudah merosot jauh dari perolehan suaranya di Pilpres 2019.
Namun demikian, ada tiga faktor yang bisa menyulitkan peluang Prabowo. Pertama, Prabowo berpotensi berhadapan dengan tokoh-tokoh yang lebih muda, yang saat ini mulai bersinar dan punya rekam jejak baik.
"Seperti Anies, Ganjar dan RK (Rdwan Kamil). Sementara Prabowo masih mungkin menghadapi isu lamanya yang selalu datang di era pilpres, yaitu isu HAM. Tokoh-tokoh yang lebih muda ini juga lebih populer di media sosial, yang saat ini maupun nanti di 2024, menjadi medium vital dalam kampanye pilpres," tuturnya.
Kedua, pemilih lama Prabowo di 2019, sulit balik kandang lagi ke Prabowo. Karena umumnya pemilih Prabowo di 2019 adalah pemilih muslim yang kecewa terhadap pemerintahan Jokowi sebelumnya. "Namun Prabowo akhirnya bergabung ke dalam pemerintahan Jokowi setelah kalah. Mereka merasa 'dikhianati' Prabowo," ujarnya.
Sementara di sisi lain, Prabowo belum tentu bisa menggaet mayoritas pemilih Jokowi. Karena pemilih Jokowi pun sudah punya persepsi dan stigma tertentu terhadap karakter dan personal Prabowo.
Ketiga, image Prabowo yang sudah tiga kali kalah yakni sekali menjadi cawapres, dua kali menjadi capres. Jika Prabowo masih maju sebagai capres 2024, secara hukum dan politik memungkinkan, namun akan dipersepsikan sebagai tokoh yang sangat ambisius, dan tidak memberikan kesempatan bagi tokoh-tokoh yang lebih muda untuk maju.