REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tren restrukturisasi kredit terus melandai. Hal ini sejalan dengan kondisi perekonomian yang semakin menunjukkan pemulihan baik secara global maupun nasional.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan nilai outstanding restrukturisasi kredit saat ini tercatat sebesar Rp 744,75 triliun. Penyaluran tersebut mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2021 yang sebesar Rp 808,75 triliun.
"Trennya terus melandai dan bahkan kita harapkan angka terakhir sudah lebih rendah dari itu. Saya dapat kabar angka terakhir sudah mencapai Rp 720 triliun," kata Wimboh.
Belum lama ini, OJK kembali memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit. OJK mengatakan ini merupakan langkah antisipatif untuk membantu debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki prospek usaha namun memerlukan waktu lebih panjang untuk bisa kembali normal.
Restrukturisasi kredit juga bertujuan untuk membantu perbankan dalam menata kinerja keuangannya terutama dari sisi mitigasi risiko kredit. "Ini memberikan kepastian baik bagi perbankan maupun pelaku usaha dalam menyusun bisnis 2022," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
Adapun perpanjangan restrukturisasi berlaku bank umum, bank syariah, unit usaha syariah, BPR, dan BPRS yang menyalurkan kredit pembiayaan atau penyediaan dana lain.
OJK mencatatkan jumlah restrukturisasi kredit per Juli 2021 yang dilakukan oleh 101 bank di Indonesia sebesar Rp779 triliun. Adapun realisasi ini telah disalurkan kepada 5,1 juta debitur yang terbagi ke sektor UMKM dan non-UMKM.