REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan sumber lisan, menurut Mumuh, Syaikhuna Badruzzaman memiliki peran tersendiri dalam pertempuran Surabaya itu. Melalui karomahnya, Syaikhuna Badruzzaman pernah menggunakan serbannya untuk merontokkan senjata dan kendaraan musuh.
Peran Kiai Syaikhuna Badruzzaman tidak hanya di perang Surabaya, tapi berlanjut pada periode-periode selanjutnya. Sebagai konsekuensi dari perjuangan diplomasi antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pihak asing yang ingin menjajah kembali Indonesia telah melahirkan sikap pro dan kontra.
Hal itu telah menimbulkan konflik internal di kalangan rakyat Indonesia sendiri. Dari situasi seperti inilah muncul Gerakan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo. Gerakan ini telah melahirkan konflik horizontal di kalangan bangsa sendiri.
Praktik teror dan kriminal yang dilakukan Gerakan DI/TII telah mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat. Munculnya gerakan ini tidak hanya sebagai reaksi atas ketidaksetujuannya terhadap politik diplomasi yang dilakukan pemerintah tapi juga lebih daripada itu, yakni berlatar belakang ideologis.
Syaikhuna Badruzzaman yang pada awalnya turut bergabung dengan Kartosuwiryo, kemudian menarik diri setelah disadari ada perbedaan mendasar dalam prinsip-prinsip perjuangan. Syaikhuna Badruzzaman dan para muridnya kemudian melakukan perlawanan terhadap Gerakan DI/TII Kartosuwiryo itu.
Karena kalah dan disalahkan dalam berdebat tentang konsep bentuk negara, maka Kartosuwiryo berusaha membunuh Syaikhuna Badruzzaman sehingga ia pun harus dijaga oleh para muridnya dari ancaman gerombolan DI/TII yang kemudian berangkat ke Arab Saudi. Setelah Gerakan DI/TII, negeri ini pun diguncang oleh Pemberontakan G 30 S/PKI.
Gerakan makar yang berlatar ideologis ini juga sangat mengancam keamanan dan keselamatan rakyat, terutama orang-orang Islam. Negara proklamasi yang berasaskan Pancasila pun turut terancam.
Pada periode ini, menurut Mumuh Muhsin, Syaikhuna Badruzzaman juga tampil memainkan peran pentingnya. Melalui caranya sendiri, Syaikhuna Badruzzaman menyelamatkan rakyat Indonesia dari kerugian yang lebih besar akibat dari pemberontakan itu. Selain berjuang secara fisik di medan pertempuran, Syaikhuna Badruzzaman juga berjuang melalui beragam aktivitas di berbagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik. Ia pun terus aktif di bidang pendidikan, pengajaran, dan dakwah.
Setelah banyak melakukan pengabdian untuk agama dan bangsa ini, ia pun dipanggil oleh Allah SWT. Syaikhuna Badruzzaman wafat pada awal 1972, tepatnya pada 3 Ramadhan 1390 H dalam usia kurang lebih 72 tahun. Ia dan dimakamkan di samping masjid Pondok Pesantren Al-Falah Biru, Garut. Habis.
Baca juga: Syaikhuna Badruzzaman, Ulama Pejuang dari Garut (4)