REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di era modern saat ini, banyak faktor yang dapat menjadi pendorong atau bahkan penghalang kesuksesan sebuah bisnis atau usaha. Tetapi, salah satu elemen kunci yang terus menjadi penentu mendasar adalah inovasi. Kata inovasi bukanlah sebuah buzzword trendi tanpa makna, tetapi sebuah langkah bijak untuk menjadikan perusahaan terus berdaya saing di kondisi medan yang sarat kompetisi.
Kemudian, bagaimanakah pengukuran skala sebuah perubahan sehingga dapat dikategorikan sebagai inovasi? Apakah perubahan berskala kecil dapat dikategorikan sebagai inovasi?
Menurut Wesley Harjono, Managing Partner, GK-Plug and Play, sebagai sebuah konsep, inovasi mengacu pada proses yang dilakukan individu atau perusahaan dalam membuat konsep produk, cara, dan/atau ide baru, baik kecil maupun besar, dan proses tersebut memiliki dampak besar bagi kemajuan perusahaan.
“Tujuan inovasi pun beragam, karena tantangan yang dihadapi oleh perusahaan masa kini pun beragam, mulai dari tenaga kerja, logistik, pengadaan produk, kesejahteraan karyawan, kebijakan atau regulasi, hingga permodalan. Tidak ada istilah one size fits all untuk inovasi berbasis solusi pada masa kini,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (13/10).
Ia mengemukakan, perusahaan yang lambat dalam berinovasi seiring berjalan waktu cenderung akan tidak berkembang, kurang kompetitif, mudah kalah dalam persaingan pasar, hingga pada titik ekstrem yaitu tidak relevan lagi di market. Menawarkan ide yang lebih baru dan segar, kemunculan perusahaan baru bisa jadi ancaman tersendiri bagi perusahaan yang telah lama berdiri. Terlebih, kata dia, jika perusahaan lama tersebut tak banyak melakukan inovasi baru dan hanya berkutat pada produk dan cara-cara lama. Oleh sebab itu, inovasi merupakan hal yang harus dilakukan agar bisnis tetap berjalan maksimal.
“Dengan berinovasi, perusahaan secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas produk dan kinerja pekerja. Namun, challenge terbesar adalah kemampuan untuk bisa mengenali saat perusahaan membutuhkan sebuah inovasi atau, lebih parahnya, sudah kehilangan semangat berinovasi,” ujar Wesley Harjono.
Menurut Wesley, benang merah dari perusahaan-perusahaan yang berinovasi dengan tepat adalah adanya budaya kerja yang innovation-minded, sehingga manajemen pun berpedoman pada pola pikir evidence-based solutions untuk memecahkan isu yang tengah dihadapi. “Dalam konteks bisnis, inovasi dapat berkaitan dengan memodifikasi model bisnis dan beradaptasi dengan perubahan untuk menciptakan produk atau layanan yang lebih baik. Peran kami di GK-Plug and Play adalah tidak hanya menjadi mitra yang memudahkan proses inovasi tersebut, tetapi juga memberikan rekomendasi perusahaan rintisan (startup) yang memiliki kapabilitas untuk mewujudkan inovasi dalam pipeline perusahaan,” paparnya.
Ia lalu menyebutkan beberapa tanda penting bahwa perusahaan membutuhkan inovasi. Yaitu, angka pemasukan mengalami penurunan, kompetitor terus mencetak prestasi, Strategi pemasaran sudah ketinggalan zaman, teknologi sudah kadaluarsa, dan revenue perusahaan stagnan.
Tanda lainnya, kata dia, ide cemerlang bentrok dengan kekakuan perusahaan, berpola pikir “inovasi datang dari atas”, aspirasi karyawan tidak diindahkan, perusahaan memiliki tingkat turnover yang luar biasa tinggi, dan tidak memiliki sosok pemimpin yang terus dorong inovasi.
“Di GK-Plug And Play, salah satu signature service kami adalah corporate innovation. Kami memiliki pengalaman 15+ tahun dan jangkauan global di 28 negara. Peran kami di sini adalah menjadi mitra atau pendamping setia bagi perusahaan dalam setiap langkah mereka dalam journey menuju inovasi yang berpangku pada insight yang berkesinambungan, sehingga layanan kami tidak hanya menjadi value-added tetapi juga dapat menjadi sebuah jawaban yang efektif bagi isu yang tengah dihadapi oleh korporasi di Indonesia,” tegas Wesley.