REPUBLIKA.CO.ID, — Dunia Islam-Arab memang sempat berhasil mencapai kejayaannya sampai abad ke-12. Namun, kini dunia Islam telah jauh tertinggal dari Eropa dalam membangun peradaban yang pernah menjadi kebanggaannya, baik di bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, dan militer.
Dunia Islam yang diyakini akan menjadi solusi kemanusiaan, justru kini masih disibukkan dengan problemnya sendiri. Dunia Islam sekarang masih terpecah ke dalam lorong-lorong sempit yang dipagari tembok sukuisme, dinastiisme, dan partaisme.
Inilah yang menjadi kegelisahan Prof Komaruddin Hidayat dalam buku berjudul “Imajinasi Islam: Sebuah Rekonstruksi Islam Masa Depan” ini. Menurut dia, situasi tersebut bertentangan dengan imajinasinya tentang misi keislaman yang dibawa dan dipesankan Nabi Muhammad Saw.
Dia mengatakan zaman sekarang ini berbeda dengan Abad Pertengahan. Berkat teknologi digital, manusia bisa semakin terkoneksi dan perjumpaan antar agama pun berlangsung lebih intens.
Menurut dia, dia dunia Barat telah banyak bermunculan pusat-pusat kajian Islam. Sedangkan dunia Arab-Islam tak lagi dipandang sebagai pusat mercusuar dunia. Karena itu, dalam bukunya ini penulis mengajak kita untuk merefleksikan kembali perkembangan dunia Islam, serta mengimajinasikan Islam sebagai peta jalan untuk hari ini dan esok.
Dia menjelaskan tentang alasan mundurnya peradaban Islam. Dengan mengutip dari beberapa buku, dia menyimpulkan bahwa aspek politik dan teologi lah yang membuat dunia Islam terbekalang.
Menurut Prof Komaruddin, salah satu sebab yang membuat dunia Islam tertinggal dalam membangun peradaban, termasuk sains, ekonomi dan politik, adalah terjadinya krisis politik berkepanjangan yang menghancurkan semua prestasi peradaban yang dibangun berabad-abad.
Menurut dia, selama ini telah terjadi perebutan kekuasaan dengan menjadikan agama dan ulama sebagai sumber legitimasi kekuasaan. Akibatnya, dunia Islam tidak memiliki pusat riset dan pengembangan kelimuan kelas dunia yang independen.
Secara ekonomi dan politik, menurut Prof Komaruddin, para ulama di dunia Islam saat ini juga berada di bawah kontrol kekuasaan. Situasi ini diperburuk oleh tiadanya kelas borjuis yang juga independen. Menurut dia, tanpa ulama dan kelas pedagang yang kuat dan berdiri di luar kekuasaan negara, maka ketika penguasa jatuh masyarakat akan jatuh.
Menurut penulis, situasi ini sangat berbeda dari peran agama Protetan ketika memasuki era modern. Negara-negara Protestan justru memberikan kontribusi bagi munculnya peradaban. Mereka mendorong lahirnya kapitalisme awal dan munculnya berbagai lembaga keilmuan serta universitas kelas dunia. Sementara, saat memasuki abad modern, dunia Islam hanya menjadi konsumen.
Buku ini kemudian ditutup dengan pembahasan tema “Masa Depan Islam”. Prof Komaruddin menjelaskan, hari ini justru negara-negara non-Muslim lah yang menjadi inang dan pengasuh bagi tumbuh dan merebaknya ilmu pengetahuan.
Baca juga : Naskah Khutbah Jumat: Keistimewaan Orang Bertakwa
Menurut Prof Komaruddin, produk vaksin untuk menangkal virus korona juga tidak dihasilkan dari lembaga keilmuan dunia Islam, meskipun secara individual tetap ada beberapa ilmuan muslim yang terlibat melakukan penelitian di Barat.
Tidak hanya itu, menurut dia, untuk belajar Islam pun orang sekarang tidak lagi ke Irak atau Damaskus sebagai pilihan utama. Padahal, dulu negara tersebut menjadi pusat keilmuan Islam. Oang sekarang lebih tertarik ke universitas papan atas di Eropa dan Amerika. Karena, di sana lah mereka bisa berjumpa dengan profesor yang datang dari dunia Islam.
Prof Komaruddin menjelaskan, dibandingkan kejayaan Amerika yang belum berlangsung empat abad, dan Tiongkok yang maju pesat empat dekade terakhir ini, sebenarnya kejayaan Islam jauh lebih panjang. Namun, jika yang dimaksud kejayaan adalah keunggulan sains, ekonomi dan militer, rasanya belum ada tanda-tanda terpenuhinya persyaratan bagi dunia Islam untuk mengungguli mereka.
Dia mengatakan setidaknya ada tiga ajaran dasar semua Rasul Tuhan. Pertama, yaitu bertauhid dan berserah diri kepada Tuhan. Kedua, membangun keluarga yang penuh cinta kasih dan bahagia. Ketiga, membangun kehidupan sosial yang dijiwai nilai-nilai budi pekerti yang mulia.
Singkatnya, Islam mengajarkan umatnya untuk membangun peradaban yang unggul. Menurut penulis, pilar sebuah peradaban luhur yang diajarkan Islam ditandai antara lain kebertuhanan, terwujudnya keadilan, kejujuran, dan penghargaan terhadap jiwa dan martabat manusia, menghargai ilmu pengetahuan, membangun kemakmuran berdasarkan nilai dan semangat kerja sama atau tolong menolong.