Jumat 15 Oct 2021 10:44 WIB

Kemenkeu: Reformasi Pajak Dorong Keadilan Bagi Masyarakat

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dibebaskan dari PPN.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Pedagang melayani pembeli sayuran-sayuran di Pasar Senen, Jakarta, Senin (1/8). Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dibebaskan dari PPN.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana
Pedagang melayani pembeli sayuran-sayuran di Pasar Senen, Jakarta, Senin (1/8). Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat dibebaskan dari PPN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan meyakini reformasi pajak pertambahan nilai (PPN) mampu mendorong keadilan bagi masyarakat. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan reformasi juga mampu mengantisipasi perubahan ekonomi ke depan.

"Reformasi PPN utamanya ingin mencapai dua hal, yaitu mampu mengantisipasi perubahan struktur ekonomi ke depan dan tetap menjaga distribusi beban pajak yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia," ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Jumat (15/10).

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menambahkan pokok perubahan PPN dalam UU HPP yang krusial yakni perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN, kenaikan tarif PPN secara bertahap, dan penerapan PPN final. Suryo menyebut perluasan basis PPN melalui refocusing pengecualian dan fasilitas PPN ditujukan agar fasilitas PPN lebih adil dan tepat sasaran.

"Dalam UU HPP, perluasan basis PPN untuk optimalisasi penerimaan negara tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum dan asas kepentingan nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum," ucapnya.

Selanjutnya, dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat banyak, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya diberikan fasilitas pembebasan PPN.

Baca juga : Jokowi Sebut Labuan Bajo Siap Sambut Wisatawan

Meskipun merupakan barang dan jasa kena pajak, menurut Suryo, masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut seperti halnya yang sudah mereka nikmati saat ini.

Adapun fasilitas PPN mendominasi belanja perpajakan (tax expenditure) setiap tahunnya. Pada 2020 belanja perpajakan PPN sebesar Rp 140,4 triliun atau sekitar 60 persen dari total belanja perpajakan sebesar Rp 234,9 triliun, sebesar Rp 40,6 triliun berasal dari kebijakan pengecualian pemungutan PPN oleh pengusaha kecil (threshold PPN). Kemudian kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, yaitu menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.

"Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang semakin membaik serta untuk mengoptimalkan penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum," ucapnya.

Jika merujuk kepada tarif PPN negara-negara lain, tarif PPN di Indonesia relatif lebih rendah dari rata-rata dunia sebesar 15,4 persen. Sekaligus lebih rendah dari Filipina (12 persen), Tiongkok (13 persen), Arab Saudi (15 persen), Pakistan (17 persen) dan India (18 persen).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement