Oleh : Zulfan Tadjoeddin, Associate Professor in Development Studies, Western Sydney University, Australia
REPUBLIKA.CO.ID, -- Kampung, tepatnya ekonomi pedesaan dan pertanian, telah menjadi salah satu katup pengaman penting dalam menghadapi dampak ekonomi pandemi COVID-19. Disamping itu ada peran yang dominan dari ekonomi domestik. Dua hal itu telah menjadi bantalan daya tahan ekonomi nasional menahan hantaman krisis COVID.
Seperti apa dampak ekonomi dari pandemi itu? Sepertinya tidak seburuk yang dibayangkan tahun lalu atau awal tahun ini.
Benar bahwa ekonomi Indonesia mengalami resesi di tahun 2020. Prasyarat resesi telah terpenuhi, yaitu kontraksi ekonomi selama minimal dua kuartal berturut-turut.
Tahun 2020, Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional berkontraksi, atau mengalami pertumbuhan negatif. Ini adalah resesi pertama semenjak krisis 1998 lalu.
Walau ekonomi mengalami resesi, kita perlu melihat kanan-kiri untuk melihat posisi relatif Indonesia di Asia dan dunia. Dengan pertumbuhan – 2.1% di tahun 2020, secara komparatif angka itu tidak lah terlalu buruk.
Mari kita lihat perbandingannya. Seluruh dunia terdampak COVID. Lima negara ASEAN-5 rata-rata tumbuh negatif sebesar -3.4%. Ekonomi negara-negara maju-pun mengkerut dengan pertumbuhan – 4.6%. Ekonomi India resesi parah, sebesar -7.3%. Secara umum ekonomi dunia berkontraksi sebesar - 3.2%.
Vietnam dan China adalah dua dari sedikit negara yang masih tumbuh positif di 2020, masing-masing 2.9% dan 2.3%.
Sebagaimana telah diprediksi, tingkat kemiskinan di tanah air memang meningkat, dari 9.2% di September 2019, menjadi 9.8% dan 10.2% pada bulan Maret dan September 2020. Kemiskinan mulai turun di Maret 2021, menjadi 10.1%. Pergerakan angka kemiskinan ini mendekati skenario terbaik dari prediksi SMERU Research Institute yang di rilis di pertengahan tahun 2020.
Tingkat pengangguran melonjak dari 5.3% menjadi 7.1%, tetapi sudah turun kembali menjadi 6.3% di semester pertama 2021.
Pendulum sudah berbalik. Di paruh pertama 2021, ekonomi Indonesia tumbuh 3.1%. Asian Development Bank (ADB) memperkirakan pertumbuhan akan mencapai 3.5% untuk keseluruhan tahun 2021, dan akan mencapai 4.8% di tahun 2022. Angka-angka ini lebih rendah dibanding rata-rata pertumbuan yang sekitar 5% dalam 6 tahun terakhir sebelum Covid.
oOo
Kampung menjadi safe haven bagi pelaku ekonomi kecil di perkotaan yang usahanya terdampak krisis Covid. Umumnya mereka adalah pekerja mandiri (self-employed) atau mereka yang kehilangan pekerjaan karena tempat mereka bekerja terdampak krisis.
Pulang ke rumah orang tua, sanak saudara atau handai taulan di kampung menjadi bantalan sosial, ekonomi dan bahkan psikologis bagi pekerja migran dan kaum prekariat di perkotaan saat krisis menerpa.
Ketika mereka kalah di rantau, mereka bisa pulang kampung. Kampung akan selalu menerima dengan tangan terbuka. Dalam keadaan seperti ini, punya kampung tempat pulang menjadi sangat bermakna. Dan, kebanyakan kita masih punya kampung.
Keberadaan kampung inilah yang secara relatif telah berkurang drastis di negara jiran Malaysia. Kebanyakan dari mereka yang terdampak krisis Covid tidak lagi punya kampung tempat pulang. Walau pendapatan per kapita Malaysia lebih tinggi dua setengah kali lipat dibanding Indonesia, mereka belumlah sekaya Australia yang memiliki sistem jaminan sosial yang sangat baik. Sehingga krisis Covid di Malaysia telah meningkatkan tingkat stress dan insiden bunuh diri.
Inilah esensi dari pembedaan istilah “mudik” dan “pulang kampung” di saat krisis. “Mudik” adalah buat mereka yang mampu dan berdimesi sosial dan rekreasi. Sedangkan “pulang kampung” adalah katup pengaman yang secara inheren masih kita miliki, sesuatu yang mulai terkikis di Malaysia.
oOo
Dekat kaitannya dengan kampung, adalah keberadaan ekonomi pedesaan dan pertanian yang menjadi faktor resiliensi berikutnya ketika krisis melanda. Masyarakat pedesaan dan mereka yang bekerja di sektor pertanian lebih sedikit terpapar COVID jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di perkotaan yang lebih padat dan sektor-sektor dominan lainnya seperti perdagangan, jasa dan industri.
Pertanian dan informasi-komunikasi adalah dua sektor yang masih tumbuh positif di tahun resesi 2020, sedangkan sektor-sektor lainnya berkontraksi.
Jadi, keberadaan kampung, ekonomi pedesaan dan pertanian adalah katup penyelamat.
Sehingga, untuk masa yang akan datang, Indonesia perlu menghindari bias perkotaan (urban bias) yang jamak terjadi dalam proses pembangunan.
Dalam hal ini, langkah membangun infrastruktur pedesaan dan pertanian seperti jaringan jalan, sistem irigasi dan bendungan, dan alokasi anggaran langsung ke tingkat desa, sudah berada di arah yang benar (steps in right direction).
oOo
Faktor berikutnya adalah semakin dominannya ekonomi domestik karena peran eskpor terhadap perekonomian terus mengecil. Sehingga, ketika Global Supply Chain atau perdagangan global terganggu, dampaknya terhadap ekonomi nasional secara keseluruhan menjadi tidak terlalu mengguncang.
Ekspor Indonesia terus menurun dari puncaknya di akhir tahun 1990an yang mencapai sekitar 53% PDB menjadi hanya 17% PDB di tahun 2020. Yang makin dominan adalah ekonomi domestik. Ini salah satu faktor penyelamat ekonomi nasional ketika berhadapan dengan Global Finansial Crisis (GFC) di tahun 2008 dan krisis global COVID saat ini.
Disrupsi terhadap rantau supply global sepertinya akan terus berlanjut, ditambah lagi dengan perkembangan geo-politik dunia. Hal ini semakin menekankan pentingnya kemampuan berproduksi secara nasional.
Berbagai rantai produksi yang sebelumnya bersifat off-shore, telah mulai kembali ditarik ke on-shore, seperti yang sudah terjadi di Amerika Serikat (AS). Hal ini dibantu oleh perkembangan teknologi dan artificial inteligence (AI).
Karena makin dominannya ekonomi domestik, maka Indonesia perlu meningkatkan kedinamisan internal (internal dynamism) dari perekonomian nasional. Internal dynamism mengacu pada saling terkaitnya ekonomi antar daerah yang sangat luas dan beragam. Hal ini perlu diidentifikasi dan dikoordinasikan sebagai sumber pertumbuhan potensial baru yang belum tergali secara optimal.
oOo
Dua faktor di atas, kampung-ekonomi pedesaan-pertanian dan besarnya proporsi perekonomian domestik, adalah karakteristik yang melekat di perekonomian kita. Di samping itu, ada satu faktor yang jauh lebih penting: kebijakan yang sesuai (approprite and reasonable) dalam menghadapi krisis.
Kebijakan yang dimaksud adalah stimulus fiskal dan bantual sosial untuk masyarakat terdampak krisis. Berbagai skema bantual sosial membantu kalangan bawah dengan berbagai karakteristiknya. Pemerintahpun melebarkan defisit anggaran ke angka di atas 3% selama pandemi. Ini merupakan kebijakan fiskal yang bersifat anti-siklikal.
Kebijakan moneter pun demikian, bersifat anti-siklikal, dengan menjaga suku bunga tetap rendah dan memastikan stabilitas nilai rupiah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan menghadapi pandemi bukan tanpa cela, terutama dalam hal implementasi. Kasus korupsi mantan Menteri Sosial Juliari Batubara adalah contoh yang paling menohok, apalagi yang dikorupsi adalah bantuan sosial untuk korban Covid. Persoalan lain lebih kepada salah sasaran dan inefisiensi bantuan sosial.
oOo
Syukur, puncak dampak tekanan Covid terhadap sistem kesehatan di bulan July-Agustus 2021 telah terlewati. Saat itu kasus harian Covid mencapai angka 56,000 dengan angka kematian harian melonjak tajam, rumah sakit penuh dan sistem kesehatan kolaps.
Sekarang, keadaan telah lebih terkendali, sementara kasus Covid negara tetangga seperti Malaysia dan Singapore kembali menggila. Tetapi harus selalu diingat, tidak ada ruang untuk berpuas diri.