REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helmy Santika menyebutkan, penyelidikan kasus pinjaman online (pinjol) ilegal mempunyai karakter berbeda. Karena itu, dalam pengungkapannya terkesan lambat.
"Fintech peer to peer (p2p) lending atau pinjol ini mempunyai karakter tertentu sehingga pola penyelidikan harus dilakukan tepat dan benar," kata Helmy dalam konferensi pers pengungkapan sindikasi jaringan pinjol ilegal di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (15/10).
Helmy mengungkapkan, Bareskrim Polri dan jajaran kepolisian di daerah selama kurun waktu 2020 sampai 2021 sudah menerima 371 laporan polisi terkait pinjol ilegal. Dari jumlah tersebut, baru 91 perkara yang terungkap dan ada yang sudah dalam tahap persidangan sebanyak delapan kasus. Selebihnya, masih dalam pengembangan penyelidikan.
"Bareskrim Polri mem-framing pinjol itu secara utuh, mulai dari sms blasting sampai penagihan dan desk collection. Tidak parsial melihat pinjam-meminjamnya saja, tapi utuh," ujarnya.
Kata Helmy, penindakan terhadap pinjol ini dilakukan secara bersama. Sebab, layanan jasa keuangan nonperbankkan secara elektronik ini menggunakan teknologi sangat mudah berpindah-pindah, bahkan bisa di-remote (dikendalikan-red) di tempat lain.
Baca juga : Kemenkominfo Bakal Moratorium Izin Pinjol
Seperti halnya pengungkapan tindak pindana sindikasi pinjol ilegal yang dilakukan Jumat ini. Tujuh tersangka yang diamankan merupakan operator yang bertugas sebagai desk collection atau penagih utang dengan menyebar sms blasting mengandung unsur kesusilaan. Sedangkan pelaku yang mendanai dan mementori para desk collection tersebut masih berstatus DPO.
Helmy menyebutkan, dalam menangani perkara pinjol ilegal, Bareskrim Polri bekerja sama dengan Satgas Waspada Investigasi (SWI). Bareskrim Polri menerima laporan sudah ada 3.000 lebih akun pinjol ilegal yang di-takedown oleh SWI.
"Namun, karena sifatnya IT, teknologi, di mana akun-akun itu sudah ditutup, perlu waktu untuk dieksplore. Jadi berpengaruh pada lambatnya pengungkapan. Ini jadi tantangan, tapi kami tetap bekerja," kata Helmy.